ECONOMICS

Menilik Beban Utang Pemerintah untuk Calon Presiden Baru

Maulina Ulfa - Riset 19/02/2024 17:00 WIB

Pemenang dalam gelaran pemilihan presiden (Pilpres) 2024 berpotensi menanggung sejumlah tantangan berat.

Menilik Beban Utang Pemerintah untuk Calon Presiden Baru. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Pemenang dalam gelaran pemilihan presiden (Pilpres) 2024 berpotensi menanggung sejumlah tantangan berat. Salah satunya soal beban utang luar negeri yang tercatat jumbo di akhir 2023.

Saat ini, pasangan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming unggul dibandingkan dua paslon lain berdasarkan real count atau hasil hitung sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Per 19 Februari 2024 pukul 16.00 WIB, dari 71,26 persen TPS yang masuk Prabowo-Gibran berhasil meraup 55,93 juta atau 58,52 persen suara pemilih Indonesia.

Jika nanti pasangan calon 02 dilantik, maka pemerintahan baru akan menanggung utang mencapai Rp8.144,69 triliun per tanggal 31 Desember 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), rasio utang pemerintah pada akhir 2023 setara 38,59 persen dari total produk domestik bruto (PDB), turun dibanding akhir 2022 yang rasionya 39,70 persen.

Pada akhir 2023 sebagian besar utang pemerintah berupa Surat Berharga Negara (SBN) Domestik, dengan nilai Rp5.808,13 triliun (71,31 persen).

Kemudian utang pemerintah yang berupa SBN Valas mencapai Rp1.372,58 triliun (16,85 persen), pinjaman luar negeri Rp929,93 triliun (11,42 persen), dan pinjaman dalam negeri Rp34,05 triliun (0,42 persen).

Kementerian Keuangan juga menyebutkan, posisi utang pemerintah pada akhir 2023 masih dalam batas aman.

Hal ini berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003, yang menyebutkan penetapkan batas utang negara maksimal 60 persen dari PDB. Sementara rata-rata tertimbang jatuh tempo utang pemerintah RI di kisaran 8 tahun.

Utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi salah satu sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Angkanya bahkan terus melonjak sepanjang 2023. 

Apabila dirunut ke belakang, di akhir 2014 atau masa peralihan dari pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuju pemerintahan Presiden Jokowi, jumlah utang pemerintah tercatat yakni sebesar Rp 2.608.78 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 24,7 persen.

Utang pemerintah di era Presiden Jokowi memang terus mengalami kenaikan pada periode pertama maupun periode kedua pemerintahannya.

Melansir Kompas, bahkan dalam kurun waktu 2014 hingga 2019 atau periode pertama, pemerintah sudah mencetak utang baru sebesar Rp 4.016 triliun. Utang pemerintah tercatat memang mengalami kenaikan cukup besar di era Presiden Jokowi.

Contohnya, di 2015 atau setahun pertamanya menjabat sebagai Presiden RI, utang pemerintah di era Presiden Jokowi sudah melonjak menjadi Rp 3.089 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 27 persen.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah juga rajin menerbitkan surat utang melalui instrumen Surat Berharga Negara (SBN) untuk mendukung pembiayaan melalui utang.

Per 16 Februari 2024, Kementerian Keuangan mencatat posisi kepemilikan SBN Rupiah yang dapat diperdagangkan mencapai Rp5.730,26 triliun secara total. Baik yang dimiliki oleh bank, institusi pemerintah, hingga non-bank dan asing.

Memasuki awal tahun ini, menurut Bank Indonesia, berdasarkan data transaksi 12 – 15 Februari 2024, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp4,07 triliun terdiri dari jual neto Rp0,98 triliun di pasar SBN, beli neto Rp6,03 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp0,98 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Selama 2024, berdasarkan data setelmen hingga 15 Februari 2024, nonresiden jual neto Rp0,68 triliun di pasar SBN, beli neto Rp15,41 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp29,76 triliun di SRBI. (ADF)

SHARE