ECONOMICS

Menolak Senja, Istri Pensiunan Raup Belasan Juta per Bulan dari Olahan Kedelai

taufan sukma 21/03/2024 17:58 WIB

wanita asli Solo ini berkisah bahwa bisnis olahan kedelai mulai dirintisnya sejak 2019 lalu.

Menolak Senja, Istri Pensiunan Raup Belasan Juta per Bulan dari Olahan Kedelai (foto: MNC Media)

IDXChannel - "Goals are not only absolutely necessary to motivate us. They are essential to really keep us alive."

Kalimat tersebut disampaikan oleh seorang penulis sekaligus pendeta asal Amerika, Robert H Schuller, untuk menunjukkan betapa pentingnya sebuah tujuan dalam hidup. Tak hanya sekadar sebagai energi dan motivasi, adanya tujuan itulah yang membuat seseorang bisa tetap merasa 'hidup'. 

"Karena hidup pada masa-masa pensiun itu tidak mudah. Saat pensiun, kadang orang sudah tidak punya tujuan lagi. (Jenjang) Karier tidak ada lagi. Anak-anak sudah besar. Mau mengejar apa lagi?" ujar Agus Murtini, istri seorang pensiunan TNI Angkatan Darat, yang kini membangun bisnis olahan kedelai dengan brand Rumah Kedelai Pak Mien.

Ditemui di kediamannya di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, wanita asli Solo ini berkisah bahwa bisnis olahan kedelai mulai dirintisnya sejak 2019 lalu.

Awalnya, Murtini hanya tertarik pada sistem titip jual yang diterapkan oleh sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Setelah diproduksi, barang dagangan akan dititipkan di kios-kios yang dinilai ramai pembeli.

Beberapa hari kemudian, barang yang tidak lagi akan diambil dan diganti stok yang baru. Sedangkan yang laku akan langsung dibayar, setelah dipotong sebagian untuk keuntungan pemilik kios.

"Saya melihatnya kok gampang banget, gitu. Saya akhirnya tertarik karena saya pikir, ini saya pasti bisa, dengan mutu produk yang jauh lebih berkualitas," tutur Murtini.

Keinginan Murtini dan Sang Suami untuk berbisnis di masa pensiun, tak lain agar kembali memiliki tujuan dalam menjalani hidup, sehingga diharapkan tidak terjebak pada rasa bosan karena tidak lagi bekerja.

Terlebih, komandan satuan di mana Sang Suami bertugas sebelumnya, dalam kesempatan terakhir telah berpesan agar dirinya dan suami tidak tertekan, dan dapat menikmati hidup dengan kegiatan yang positif dan produktif.

"Karena saat masuk masa pensiun, banyak yang stres, tertekan, bosan, sehingga kesehatannya malah drop. Atau karena bosan tadi, kadang sebagian pensiunan juga terjebak pada hal-hal yang tidak produktif, atau malah sebaliknya, jadi konsumtif. Uang pensiunan ludes. Akhirnya stres lagi. Kami nggak mau terjebak di usia senja dengan kondisi seperti itu," ungkap Murtini.

Trial and Error

Sehingga, dengan kesadaran bersama tersebut, Murtini dan suami bersemangat untuk bahu-membahu dalam melakukan observasi dan percobaan agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas.

Berbekal kedelai 250 gram, Murtini yang pada dasarnya tidak suka kedelai, merasa terdorong untuk mencoba resep olahan susu kedelai yang enak dan bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat.

"Biasanya orang tidak suka susu kedelai karena aroma langunya itu. Jadi saya coba masak, lalu diicipi suami. Oh ternyata masih seret. Kita coba lagi, masih kurang creamy. Kita masak lagi. Gitu terus," urai Murtini.

Tak hanya suami, Murtini juga membagi tester olahan susu kedelainya ke tetangga dan kerabat dekat, agar bisa memberi masukan terkait rasa produk hasil olahannya tersebut.

Proses trial and error tersebut terus dijalani oleh Murtini dalam satu tahun awal bisnisnya dirintis. Secara perlahan, takaran gramasi dan komposisi resep yang ideal pun ditemukan.

Tak hanya fokus pada rasa, Murtini juga cukup concern terhadap kandungan gizi dan kehigienisan produknya, sehingga tidak membahayakan dan bahkan membawa banyak manfaat bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.

"Saat itu saya kirim sampel produk ke Sibaweh Laboratorium di Bandung. Lalu saya juga berkunjung ke Prof Abdul Muin Adnan dari IPB (Institut Pertanian Bogor). Alhamdulillah, responsnya semua positif. Bahkan dalam nutricion fact-nya, setiap 100 ml susu kedelai kita itu mengandeng 3,3 gram protein. Jadi value ini yang kita tunjukkan saat pemasaran," urai Murtini.

Tak Hanya Susu

Dengan segala dukungan dan data positif yang didapat tersebut, Murtini pun mulai memberanikan diri untuk menjual produknya pada awal 2020. 
Seperti halnya sistem penjualan yang menginspirasinya sejak 2019 lalu, Murtini mulai menitipkan produknya untuk dijual di sejumlah toko. Sebagian besar di antaranya merupakan jejaring toko yang ada dalam kompleks kampus ITB.

Seiring berjalannya waktu, secara bertahap Murtini juga mengembangkan produk susu kedelai buatannya dari semula hanya satu pilihan rasa original menjadi 14 varian rasa dan kandungan.

"Ada banyak varian rasa buah, seperti leci, strawbery, mangga, dan lain-lain. Ada juga rasa matcha, cokelat, dalgona coffe hingga mix jolai (campuran kedelai dan kacang hijau). Lalu terbaru, ada juga yang varian premium, yaitu rasa original namun dengan kandungan protein lebih tinggi lagi," papar Murtini.

Tak berhenti sampai di situ, Murtini juga memperluas varian produk olahan kedelainya dengan tidak hanya berhenti pada susu kedelai saja.

Beragam olahan lain, seperti peyek kulit kedelai, aneka varian cokies yang terbuat dari tepung kedelai, aneka sambal, kopyor, cream cheese, susu kedelai rasa buah yang kemudian diolah menjadi selai, hingga ice cream, menambah panjang daftar produk yang dijual di Rumah Kedelai Pak Mien.

"Total olahan kami sekarang sudah ada 34 produk, dan semuanya alhamdulillah sudah terverifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia)," tandas Murtini.

KUR-BRILian

Dengan perkembangan bisnisnya yang cukup progresif, tak heran bila bisnis Rumah Kedelai Pak Mien yang digagas kemudian dilirik oleh kalangan perbankan sebagai sasaran nasabah pembiayaan.

Salah satunya adalah tawaran dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), di mana Murtini diberikan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan pagu sebesar Rp20 juta.

"Sebenarnya dari pimpinan BRI-nya saya disuruh ambil (kredit) lebih, karena nominal Rp20 juta dirasa terlalu kecil untuk pengembangan bisnis," ujar Murtini.

Namun, Murtini memilih bergeming. Wanita kelahiran Solo tersebut kukuh berkeyakinan bahwa kredit yang dia ajukan cukup Rp20 juta saja, karena dirasanya sudah cukup baginya untuk mengembangkan usaha.

"Biar saya kembangkan dulu usahanya. Saya upgrade dulu produknya. Nanti kalau memang sudah upgrade, bisa ditambah lagi (kreditnya). Kalau (kredit) langsung besar, khawatirnya malah nggak efisien," tegas Murtini.

Tak hanya berupa KUR, bantuan pengembangan bisnis dari BRI juga dirasakan Murtini lewat pelaksanaan Program Pembinaan Desa BRILian. Program ini merupakan fasilitas pendampingan plus dana hibah yang sengaja diberikan BRI untuk mendukung pengembangan UMKM dalam ekosistem desa.

Bersama para pelaku UMKM dan kelompok-kelompok tani di daerahnya, Murtini menghimpun diri di bawah naungan Desa Wisata Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

"Pertama kali penawaran datang dari BRI pada 2020. Pasca pandemi. Saat itu seluruh unsur desa dilibatkan, mulai dari perwakilan aparatur desa, pelaku UMKM, kelompok-kelompok kegiatan masyarakat, tokoh masyarakat sampai pengurus BUMDes(Badan Usaha Milik Desa)nya juga turut serta," ujar Ketua Unit Desa Wisata Benteng, Wahyu Syarif Hidayat, dalam kesempatan terpisah.

Saat itu, menurut Wahyu, masing-masing unsur desa tersebut mendapatkan pendampingan secara khusus dari pihak BRI, sesuai dengan peran masing-masing dalam ekosistem desa wisata.

Materi pendampingan yang diberikan disampaikan oleh akademisi akademisi Universitas Padjadjaran, terkait manajemen dan tata kelola desa wisata. Pemberian materi disampaikan secara daring di setiap hari kerja selama tiga bulan nonstop.

"Dari sana kami benar-benar tercerahkan, tentang bagaimana mengelola desa wisata secara baik dan maksimal. UMKM dan kelompok tani juga benar-benar dapat insight tentang pengembangan bisnisnya," tutur Wahyu.

Dana Hibah
Tak hanya materi pendampingan, Wahyu menjelaskan, BRI secara khusus memberikan dana hibah untuk masing-masing desa dampingan sebesar Rp1 miliar, yang akan dicairkan berdasarkan Rancangan Anggaran dan Biaya (RAB) yang telah diajukan.

"Jadi RAB kami susun secara bottom up. Dari masing-masing UMKM dan kelompok tani, kebutuhannya apa saja. Dari pengurus juga butuh buat apa saja. Kami susun bersama, dan lalu ajukan ke BRI untuk pengajuan," papar Wahyu.

Selain itu, para pelaku UMKM dan kelompok tani juga mendapat keuntungan lebih dengan kerap dilibatkan dalam setiap kegiatan pemasaran BRi, seperti bazar, pameran UKM, Pesta Rakyat dan semacamnya.

Dari seluruh UMKM di bawah naungan Desa Wisata Benteng, diakui Wahyu bahwa Murtini termasuk yang rajin dan sigap untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut.

"Bu Murtini orangnya cekatan. Misal kita info ada event gitu, pameran, bazar, selalu rajin ikut. Mau event dari BRI, dari Dinas (Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor), pasti ikut. Bahkan bila undangannya mendadak, Bu Murtini pasti usahakan untuk berpartisipasi," tutur Wahyu.

Karenanya, dari sekian banyak UMKM dan destinasi di bawah naungan Desa Wisata Benteng, Rumah Kedelai Pak Mien milik Murtini cukup menjadi favorit bagi wisatawan yang berkunjung.

Selain Rumah Kedelai Pak Mien milik Murtini, di Desa Wisata Benteng juga tersedia banyak lagi destinasi menarik, seperti kelompok tani membudidaya tanaman hidroponik, budidaya jambu kristal, budidaya dan olahan makanan berbahan dasar singkong (casava), bank sampah, sampai perajin batik ciwitan dan ecoprint.

Untuk setiap rombongan wisatawan yang datang berkunjung, pihak pengelola Desa Wisata Benteng memasang tarif Rp250 ribu untuk tiga pilihan destinasi yang dikunjungi. Atau, paket Rp300 ribu bila rombongan berminat merasakan wisata river tubing di sungai yang ada di RW 3, Desa Benteng.

Setiap bulan, Wahyu mengeklaim ada sedikitnya tiga hingga lima rombongan wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Wisata Benteng, dengan rata-rata jumlah wisatawan minimal sekitar 10 sampai 15 orang.

Namun, dikatakan Wahyu, tak jarang juga rombongan yang datang merupakan rombongan dari perusahaan atau sekolah, sehingga wisatawan yang tercatat mencapai puluhan hingga ratusan orang.

"Nantinya, setiap destinasi yang dikunjungi mendapatkan Rp10 ribu per wisatawan yang datang. Jadi misal satu rombongan datang 60 orang, maka UMKM yang dikunjungi dapat Rp600 ribu dari tarif desa wisata," ungkap Wahyu.

Pemasukan tersebut belum termasuk dengan keseluruhan transaksi yang dilakukan rombongan di destinasi yang dikunjungi. Dikatakan Wahyu, seluruh transaksi tersebut menjadi hak sepenuhnya dari UMKM yang dikunjungi.

"Kami sama sekali tidak pungut lagi. Dan biasanya di satu destinasi, rombongan (wisatawan) bisa belanja minimal Rp500 ribu sampai Rp1 juta. Itu full haknya UMKM yang dikunjungi," tegas Wahyu. (TSA).

SHARE