ECONOMICS

Okupansi Hotel di Jatim Kurang dari 10 Persen, PHRI: Kami Sudah Lempar Handuk

Avirista M/Kontributor 25/07/2021 09:53 WIB

Mayoritas okupansi perhotelan di Jawa Timur hanya mencapai angka 10 persen saja, bahkan banyak yang berada di bawahnya.

Mayoritas okupansi perhotelan di Jawa Timur hanya mencapai angka 10 persen saja, bahkan banyak yang berada di bawahnya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pandemi COVID-19 diiringi penerapan level 3 dan 4 di Jawa Timur berdampak besar pada industri perhotelan. Mayoritas okupansi perhotelan di Jawa Timur hanya mencapai angka 10 persen saja, bahkan banyak yang berada di bawahnya. 

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur Dwi Cahyono mengungkapkan, dari laporan 780an anggota PHRI di Jawa Timur okupansi mereka mayoritas berada di angka kurang dari 10 persen.

"PPKM darurat itu sebetulnya okupansi di bawah 10 persen, jadi sudah jatuh. Ini ada perpanjangan (PPKM darurat) lagi, ya kita bilang sudah lempar handuk," kata Dwi Cahyono saat ditemui pada Minggu (25/7/2021). 

Dwi mengatakan, bahkan ada hotel yang okupansinya kurang dari 5 persen. Hal ini tentu disebut Dwi Cahyono, ini berdampak dengan operasional perhotelan yang begitu sulit. Alhasil diakui ada beberapa kebutuhan operasional yang terpaksa dikurangi, salah satunya perumahan dan pengurangan pekerja. 

"Lebih dari 50 persen hotel dan restoran di Jawa Timur merumahkan (pekerjanya), kalau tidak itu ya tidak bangkit lagi, yang penting kita bisa bertahan," ungkapnya. 

Hal ini diperparah dengan ketiadaan keringanan biaya dari pemerintah melalui relaksasi pajak maupun pembayaran lainnya seperti BPJS Ketenagakerjaan, PLN, hingga PDAM. Dwi Cahyono pun berharap agar pemerintah daerah di masing - masing kabupaten dan kota bisa memberikan keringanan pajak dan beban lainnya untuk stimulus bagi sektor perhotelan dan restoran. 

"Jadi sekarang sudah sangat berat sekali, kita ke pemerintah mengimbau kewajiban - kewajiban ini seperti energi PLN, PDAM, BPJS, kemudian pajak, kalau bisa ya memang ada penangguhan, syukur kalau dihilangkan sementara, sampai Agustus. Ini karena bebannya berat sekali untuk operasionalnya, lebih tinggi bintangnya lebih berat operasionalnya," jelasnya. 

Bila hal ini tak dilakukan, dirinya khawatir sektor perhotelan dan restoran akan lebih terdampak. Apalagi beberapa pelaku perhotelan mulai mengeluhkan kehabisan tabungan imbas dampak perekonomian yang sudah terjadi lebih dari satu tahun lebih. "Jangan sampai terbebani banyak hal lagi, seperti pajak, biaya energi tadi, BPJS, relaksasi bank," tandasnya. 

Sebagai informasi, PPKM darurat yang telah diselenggarakan sejak 3 - 20 Juli 2021 diputuskan Presiden Joko Widodo diperpanjang. Peningkatan kasus COVID-19 di sebagian besar Pulau Jawa dan Bali, menjadikan PPKM darurat diperpanjang hingga 25 Juli 2021 mendatang.

Namun pemerintah pusat memilih mengganti istilah namanya dari PPKM darurat menjadi PPKM level 3 dan 4 berdasarkan zona daerah penyebaran COVID-19. Seluruh daerah di Pulau Jawa Bali diputuskan menerapkan PPKM darurat perpanjangan dengan nama level 3 dan 4, sedangkan total ada 15 daerah di luar Pulau Jawa dan Bali yang menerapkan PPKM darurat. 

Pemerintah pusat sendiri bakal melakukan evaluasi terkait keputusan perpanjangan PPKM kembali di 25 Juli 2021, bila dirasa angka penularan dan peningkatan kasus COVID-19 masih cukup tinggi. Sebelumnya diberitakan PPKM darurat yang telah diselenggarakan sejak 3 - 20 Juli 2021 diputuskan Presiden Joko Widodo diperpanjang. Peningkatan kasus COVID-19 di sebagian besar Pulau Jawa dan Bali, menjadikan PPKM darurat diperpanjang hingga 25 Juli 2021 mendatang.

Namun pemerintah pusat memilih mengganti istilah namanya dari PPKM darurat menjadi PPKM level 3 dan 4 berdasarkan zona daerah penyebaran COVID-19. Seluruh daerah di Pulau Jawa Bali diputuskan menerapkan PPKM darurat perpanjangan dengan nama level 3 dan 4, sedangkan total ada 15 daerah di luar Pulau Jawa dan Bali yang menerapkan PPKM darurat. 

Pemerintah pusat sendiri bakal melakukan evaluasi terkait keputusan perpanjangan PPKM kembali di 25 Juli 2021, bila dirasa angka penularan dan peningkatan kasus COVID-19 masih cukup tinggi. (TIA)

SHARE