ECONOMICS

Oplos Beras Sudah Lumrah Terjadi di RI, Mengapa Sekarang Heboh?

Iqbal Dwi Purnama 20/07/2025 13:13 WIB

Praktik oplos-mengoplos beras dinilai sudah lumrah dilakukan di industri perberasan nasional.

Oplos Beras Sudah Lumrah Terjadi di RI, Mengapa Sekarang Heboh? (Foto iNews Media Group)

IDXChannel - Praktik oplos-mengoplos beras dinilai sudah lumrah dilakukan di industri perberasan nasional. Sebab, tidak ada varietas bibit padi yang seragam untuk memenuhi besarnya permintaan dalam negeri.

Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP) Khudori mengatakan, bahkan sebelum adanya beras oplosan, pembagian bibit padi pun sudah dilakukan pengoplosan.

"Di industri perberasan ini adalah aktivitas normal. Hanya saja kata 'oplos' sudah kadung bercitra negatif dan buruk. Aktivitas mencampur tidak hanya terjadi di beras, tapi juga di kopi dan teh misalnya. Barista, misalnya, harus meracik campuran kopi untuk mendapatkan rasa, aroma, dan sensasi tertentu. Hal serupa juga terjadi pada teh," ujarnya dalam pernyataan resmi, Minggu (20/7/2025).

Khudori menjelaskan, di industri perberasan gabah yang diolah di penggilingan akan menghasilkan beras utuh atau butir kepala, beras pecah atau butir pecah, dan menir. Juga dedak/bekatul (rice bran) dan sekam. Sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, kelas mutu beras dibagi jadi beras premium, beras medium, beras submedium, dan beras pecah.

Beras yang diedarkan harus bebas hama, bebas bau apak, asam, dan bau asing lain serta memenuhi syarat keamanan. Syarat kelas mutu premium antara lain derajat sosoh minimal 95 persen, maksimal kadar air, butir patah, dan butir menir masing-masing 14 persen, 15 persen, dan 0,5 persen.

Untuk membuat beras premium, kata dia, penggilingan atau pedagang harus mencampur maksimal butir patah 15 persen dan maksimal butir menir 0,5 persen. Hal serupa dilakukan tatkala hendak memproduksi beras medium.

"Oplos ini bukan pelanggaran. Ketika penggilingan membeli gabah petani dari hamparan sawah bisa dipastikan varietas padinya tidak sama. Artinya, sejak di hulu sebetulnya bahan baku beras telah teroplos," katanya.

Menurutnya, aktivitas mencampur beberapa jenis beras dimaksudkan untuk memperbaiki rasa dan tekstur sesuai preferensi konsumen. Mencampur atau mengoplos yang dilarang adalah untuk menipu.

Misalnya, mencampur 70 persen beras Cianjur dengan 30 persen beras Ciherang yang kemudian diklaim 100 persen beras Cianjur dan dijual dengan harga beras Cianjur, yang memang lebih mahal ketimbang Ciherang. Atau mencampur beras dengan bahan tidak lazim atau sudah rusak kemudian dikilapkan atau dipoles ulang agar tampak bagus kembali, padahal mutunya sudah menurun.

"Bisa juga mencampur dengan pengawet berbahaya. Ini semua bisa dikenai delik penipuan," ujar Khudori.

(Dhera Arizona)

SHARE