ECONOMICS

PDB Terkontraksi, Inggris Semakin Dekat Jurang Resesi

Febrina Ratna 12/10/2022 17:40 WIB

Ancaman resesi semakin terasa di Inggris. Terlebih lagi data ekonomi negara tersebut negatif.

PDB Terkontraksi, Inggris Semakin Dekat Jurang Resesi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Ancaman resesi semakin terasa di Inggris. Terlebih lagi data ekonomi negara tersebut negatif.

Dilansir dari Reuters pada Rabu (12/10/2022, Pemerintah Inggris merilis data PDB yang terkontraksi sebanyak 0,3% pada Agustus 2022 dibandingkan Juli 2022.

Hal itu terjadi karena menurunnya proses produksi dan pemeliharaan kilang minyak dan gas di North Sea dan juga lonjakan inflasi yang memberatkan konsumen.

Jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom menunjukkan tidak ada  pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan pengeluaran Juli direvisi turun menjadi 0,1% dari perkiraan sebelumnya 0,2% dalam tiga bulan, tepatnya Agustus 2022, di mana PDB turun 0,3%. Penurunan pertama terjadi sejak awal 2021 ketika negara itu terperosok dalam krisis virus corona.

"Tekanan yang sedang berlangsung pada keuangan rumah tangga terus membebani pertumbuhan, dan kemungkinan telah menyebabkan ekonomi Inggris memasuki resesi teknis mulai kuartal ketiga tahun ini," kata Yael Selfin, kepala ekonom di KPMG UK, dikutip dari Reuters pada Rabu (12/10/2022).

Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) menyatakan ekonomi sekarang diyakini telah sesuai seperti sebelum pandemi, setelah sebelumnya diperkirakan lebih dari 1,1%.

Proses produksi turun 1,6% dari Juli dan lebih banyak pemeliharaan daripada biasanya di North Sea. Hal itu memukul sektor pertambangan yang mencakup minyak dan gas hingga merosot sebanyak 8,2%.

"Banyak layanan lain yang berhadapan dengan konsumen berjuang, dengan ritel, penata rambut, dan hotel semuanya bernasib relatif buruk," kata Kepala Ekonom ONS Grant Fitzner.

PDB pada bulan September kemungkinan akan semakin melemah karena bertambahnya 1 hari libur nasional untuk menandai pemakaman Ratu Elizabeth.

Lebih jauh ke depan, ekonomi Inggris tampaknya akan melambat tajam karena inflasi yang melonjak. Hal itu menghantam rumah tangga dan memaksa Bank of England untuk menaikkan suku bunga dengan cepat, bahkan ketika aktivitas mandek.

“Sekitar sepertiga rumah tangga tidak lagi memiliki tabungan yang berarti dan 30% dengan hipotek kemungkinan akan mengurangi pengeluaran karena biaya pinjaman naik.” Tutur Samuel Tombs, seorang ekonom dengan Pantheon Macroeconomics.

"Kombinasi dari pukulan yang berlarut-larut terhadap pendapatan riil dari pembiayaan kembali hipotek, kelambatan yang biasa antara perubahan sentimen perusahaan dan keputusan pengeluaran, dan kendala yang sekarang dihadapi pembuat kebijakan makro menunjukkan bahwa resesi tidak akan berakhir paling cepat hingga akhir 2023," lanjut Tombs.

International Monetary Fund (IMF) mengatakan pada Selasa (11/10/2022) jika pertumbuhan ekonomi Inggris akan terjadi pada 2023, namun hanya sebesar 0,3%.

Perkiraan itu lebih baik jika dibandingkan dengan ekonomi Jerman dan Italia yang menyusut pada 2023 karena berkurangnya pasokan gas dari Rusia yang disebabkan oleh perang dengan Ukraina.

Truss dan Menteri Keuangan Kwasi Kwarteng telah berjanji untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi tetapi rencana unfunded tax cuts ternyata tidak berhasil sehingga menyebabkan pasar uang mengalami kekacauan. Hal itu sekaligus mempercepat BoE untuk menaikkan suku bunga pinjaman.

Bank sentral mengatakan akan mengakhiri skema dukungan pembelian obligasi darurat pada Jumat pekan lalu. Hal itu bertujuan untuk memperlambat lonjakan suku bunga pasar yang telah menempatkan dana pensiun di bawah tekanan berat.

Financial Times pada Rabu (12/10/2022) mengutip tiga sumber yang mengatakan BoE telah memberi sinyal secara pribadi kepada pemberi pinjaman bahwa mereka siap untuk melanjutkan program darurat.

(FRI)

SHARE