Pemerintah Diminta Perhatikan Petani Sawit yang Tertekan Kebijakan DMO
Harga awal tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di level petani bisa mencapai harga yang lebih tinggi bila tak ada pungutan dan kebijakan DMO.
IDXChannel - Anggota Komisi XI DPR RI Bertu Merlas meminta Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan perhatian terhadap harga kelapa sawit yang tertekan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).
Bertu menilai harga awal tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di level petani bisa mencapai harga yang lebih tinggi bila tak ada pungutan dan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang harus dipenuhi.
"Sekarang ini harga TBS sampai ke pabrik harganya berapa? kalau tidak ada DMO, tidak ada pungutan maka mungkin harga sampai level petani itu bisa lebih tinggi," ujar dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI, Rabu (15/2/2023).
"Okelah kalau pungutan ini sebuah peraturan yang harus dipenuhi. Kalau tentang DMO saya pernah dapat hitungan, bahwa tanpa DMO harga kelapa sawit itu 3.500/kg kalau dengan DMO tinggal Rp2.500, jadi kurang lebih ada selisih RP1.000," imbuh dia.
Politisi Fraksi PKB itu mengatakan DMO memang merupakan 'alat' untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Sayangnya, kebijakan tersebut tak pandang bulu sehingga berimbas besar pada petani kecil
"DMO itu untuk apa? untuk stabilisasi harga minyak goreng. Artinya petani tidak ini peduli (tidak memandang kategori petani), ini petani yang ribuan hektar, ratusan ribu hektar, maupun petani yang 2 hektar (atau) 1 hektar misalnya petani kecil. itu semuanya nge-charge setiap kilogramnya untuk subsidi minyak goreng itu Rp1.000 dari yang dihasilkan," cetus dia.
Menurutnya, hal ini kemudian membuat para petani dengan lahan yang kecil terbebankan. Para petani kecil ini memiliki kapasitas produksi yang tak besar dan pendapatan yang terbatas namun para masih harus menanggung dampak kebijakan DMO.
"Nah ini (mohon) keadilan, Pak, bagi para petani yang kecil yang 1 hektar (atau) 2 hektar yang dia cuma produksi 1 (atau) 2 ton per bulan, misalnya. Nah ini artinya mereka mensubsidi minyak goreng itu sebesar Rp2.000.000," tandas Legislator Dapil Sumatera Selatan II tersebut.
Sebagai informasi, pada Februari 2022 pemerintah menetapkan kenaikan DMO sebesar 50% hingga April mendatang.
Angka ini menaikkan DMO sebelumnya dari 300 ribu ton menjadi 450 ribu ton olahan kelapa sawit (CPO, olein, dan minyak goreng) ke pasar lokal.
Hal tersebut kemudian memberikan dampak dan tekanan bagi harga tandan buah segar sawit di tingkat petani.
Melalui kebijakan DMO ini eksportir bahan baku minyak sawit perlu memasok setidaknya 20% dari total volume ekspor untuk pemenuhan pasar dalam negeri.
Dengan harga dalam negeri yang lebih rendah dari harga dunia, maka pabrik pengolahan kelapa sawit ikut menekan petani guna mendapatkan bahan baku yang lebih rendah pula. Hal tersebut yang kemudian menjadi permasalahan di tingkat petani sawit. (NIA)