Pemerintah Dinilai Perlu Intervensi Kebijakan Kontrak Take Or Pay PLN, Ini Sebabnya
Beban usaha PT PLN (Persero) menjadi sorotan. Sebab, biaya bahan bakar dan pelumas sebesar Rp94 triliun serta pembelian tenaga listrik Rp91 triliun per Juni 202
IDXChannel - Beban usaha PT PLN (Persero) menjadi sorotan. Sebab, biaya bahan bakar dan pelumas mencapai Rp94 triliun serta pembelian tenaga listrik sebesar Rp91 triliun per Juni 2025.
Ekonom Konstitusi Defiyan Cory menilai perlu ada intervensi kebijakan dari pemerintah, terutama terkait kontrak Take Or Pay (TOP) yang dinilai membebani keuangan PLN.
"Skema kontrak jual beli listrik PLN dan Independent Power Producer (IPP) itu membebani keuangan PLN," ujarnya kepada awak media, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Dia juga mengusulkan agar seluruh transaksi energi primer di dalam negeri diwajibkan menggunakan mata uang rupiah. Hal ini bertujuan guna menghindari kerugian akibat fluktuasi kurs mata uang asing.
Menurutnya, beban selisih kurs selama ini lebih banyak ditanggung BUMN seperti PLN dan Pertamina, sementara sektor keuangan justru memperoleh keuntungan.
“Stabilitas keuangan PLN harus didukung dengan kebijakan fiskal dan moneter yang konsisten, agar tidak menimbulkan beban tambahan dari luar sistem manajemen perusahaan,” kata Defiyan.
Selain itu, hingga semester I-2025, total utang PLN mencapai Rp734,26 triliun, terdiri dari utang jangka pendek Rp195,12 triliun dan utang jangka panjang Rp539,14 triliun.
Defiyan menyebutnya tidak sepenuhnya tepat jika dianggap sebagai beban harian. Sebab, berisiko menimbulkan disinformasi publik.
“Utang korporasi tidak bisa disamakan dengan utang pribadi atau rumah tangga, karena memiliki struktur dan fungsi yang berbeda,” ujar dia.
Menurutnya, utang perusahaan terbagi dua, yakni utang jangka pendek untuk modal kerja dan utang jangka panjang untuk investasi. Menilai utang PLN tanpa pendekatan manajemen keuangan yang tepat dapat menyesatkan.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan keuangan semester I-2025 yang dipublikasikan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), PLN mencatatkan pendapatan sebesar Rp281 triliun, meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp262 triliun. Penjualan tenaga listrik menjadi penyumbang utama dengan nilai Rp179,58 triliun, naik 4,53 persen dibanding semester I-2024.
Sepanjang 2024, PLN juga mencatat pendapatan sebesar Rp545,4 triliun, tumbuh 11,9 persen secara tahunan dari Rp487,38 triliun pada 2023.
Sementara itu, laba usaha semester I-2025 mencapai Rp30 triliun, naik 7,1 persen dari Rp28 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, total aset PLN per Juni 2025 tercatat Rp1.796,64 triliun, meningkat dari Rp1.772,37 triliun pada akhir 2024.
Di sisi lain, total utang PLN mencapai Rp734,26 triliun, terdiri dari utang jangka pendek Rp195,12 triliun dan utang jangka panjang Rp539,14 triliun.
Rasio utang terhadap aset PLN tercatat masih di bawah 50 persen, sementara rasio utang terhadap ekuitas sebesar 69,1 persen, yang masih berada dalam batas wajar untuk perusahaan berskala besar.
(Dhera Arizona)