ECONOMICS

Pemerintah Dorong Nilai Ekonomi Karbon Masuk Dalam RUU EBET

Taufan Sukma/IDX Channel 21/11/2023 10:41 WIB

pemerintah berharap dapat semakin mendongkrak kepercayaan kalangan investor terhadap energi bersih.

Pemerintah Dorong Nilai Ekonomi Karbon Masuk Dalam RUU EBET (foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah mengusulkan agar ketentuan terkait nilai ekonomi karbon dapat masuk dalam daftar inventaris masalah (DIM) pada Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Usulan tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, saat hadir dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Senin (20/11/2023).

Melalui usulan tersebut, pemerintah berharap dapat semakin mendongkrak kepercayaan kalangan investor terhadap energi bersih.

"Terkait (mekanisme) perdagangan karbon pada Pasal 7B yang tadinya tidak ada dalam DIM sebagai usulan baru dari pemerintah," ujar Arifin, dalam Raker tersebut.

Menurut Arifin, bila beleid telah disepakati pemerintah dan legislatif, maka badan usaha dapat memperoleh insentif dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada kegiatan pengusahaan energi baru dan energi terbarukan dan/atau kegiatan konservasi energi yang dilakukan oleh badan usaha.

Upaya pengurangan emisi GRK tersebut, dikatakan Arifin, dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui perdagangan emisi, pengimbangan (offset) emisi GRK, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Kami ingin menambahkan kata mekanisme perdagangan karbon," tutur Arifin.

Tak hanya itu, Arifin juga menegaskan bahwa mekanisme perdagangan karbon harus mempertimbangkan aturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Ketentuan tersebut bakal berlaku serupa bila ada kegiatan investasi pengembangan EBET dan/atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi GRK, yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antarpemerintah.

"Ini tambahan untuk pelengkap ketentuan nilai ekonomi karbon," ungkap Arifin.

Sementara itu, Arifin menambahkan bahwa pengembangan EBET yang masif di masa mendatang juga tengah meninjau penerapan konten lokal, atau tingkat komponen kandungan dalam negeri (TKDN).

Meski demikian, langkah tersebut perlu memperhitungkan ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri, harga energi baru/energi terbarukan, yang tetap kompetitif, dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan energi baru/energi terbarukan.

"Ini adalah tambahan kami (pemerintah), mungkin perlu pendalaman lebih lanjut untuk tercapainya kesepakatan," papar Arifin.

Sesuai Pasal 24/39 DIM RUU EBET, badan usaha yang mengusahakan energi baru dan energi terbarukan diharuskan mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

Produk dan potensi itu meliputi tenaga kerja Indonesia, teknologi dalam negeri, bahan-bahan material dalam negeri, dan komponen dalam negeri lainnya terkait energi baru/energi terbarukan.

Dalam rancangan regulasi tersebut, pemerintah juga telah memberikan syarat ketat kepada badan usaha untuk melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi jika ingin berinvestasi energi baru/energi terbarukan di Indonesia.

Hal tersebut bertujuan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia lokal. Dalam raker, turut hadir mewakili unsur pemerintah selain Menteri ESDM adalah perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (TSA)

SHARE