ECONOMICS

Pengamat Beberkan Dampak Pajak Hiburan yang Naik Hingga 75 Persen

Atikah Umiyani/MPI 15/01/2024 12:46 WIB

Kenaikan tarif pajak hiburan yang belakangan ramai diberitakan ini tentu akan berdampak bagi industri meskipun memang tidak merata. 

Pengamat Beberkan Dampak Pajak Hiburan yang Naik Hingga 75 Persen. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai kenaikan tarif pajak hiburan yang belakangan ramai diberitakan ini tentu akan berdampak bagi industri meskipun memang tidak merata. Ia menjelaskan, sebab dalam UU HKPD, kini ada batas tarif minimum sebesar 40 persen yang dahulu tidak ada.

"Alhasil, beberapa daerah akan mengalami kenaikan tarif yang cukup signifikan. Contohnya, di daerah kabupaten Badung, yang merupakan pusat wisata Bali, akan mengalami kenaikan tarif dari 15 persen ke 40 persen sampai 75 persen. Begitu pula dengan Jakarta, dari 25 persen akan meningkat 40 persen - 75 persen," terangnya ketika dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (15/1/2024).

Tentunya, lanjut Fajry, industri hiburan di kedua daerah yang mengalami kenaikan pajak tersebut akan terdampak. Menurutnya, jenaikan pajak ini bisa menaikan harga yang yang dibayarkan oleh konsumen dan/atau mengurangi keuntungan dari pemilik usaha. 

"Dengan harga tiket ke luar negeri yang kini murah, kenaikan tarif ini akan menjadi tantangan besar bagi para pelaku usaha. Konsumen bisa saja memilih opsi ke luar negeri. Begitu pula dengan pengusaha, kalau konsumennya kabur mereka juga pasti akan kabur," papar Fajry.

Tapi, bagi daerah yang tarifnya sudah tinggi seperti Bogor, tarifnya 75%, ketentuan ini tidak akan berdampak. Karena sedari awal, tarifnya sudah tinggi. 
Sehingga, lebih memberikan dampak ke industri di wilayah atau daerah tertentu ya, dibanding ekonomi secara keseluruhan. 

Ia pun mengaku sangat menyangkan klausa minimum 40% dalam UU HKPD, biarkan daerah beri keluasaan tarif yang sesuai. Kalau daerah pusat wisata hiburan malam seperti Bali, tidak boleh tinggi-tinggi tarifnya biar industri pariwisatanya dapat tumbuh. 

"Sayangnya, UU HKPD Ini baru berlaku. Jadi sulit untuk mengubah atau merevisinya lagi. Terlebih kita akan memasuki tahun pemilihan dan dengan anggota DPR yang baru. Tapi ada yang mengajukan judicial review," tutup Fajry.

Sebelumnya, Pengacara Hotman Paris Hutapea mengeluhkan pungutan pajak usaha jasa kesenian dan hiburan mencapai 40%. Hal itu dikeluhkan melalui unggahan reels di Instagram miliknya @hotmanparisofficial, Sabtu (6/1/2024).

Dia menilai tingginya pajak tersebut dapat mematikan usaha jasa hiburan. Hotman mengajak pelaku usaha hiburan protes terkait hal tersebut.

"Apa ini benar!? Pajak 40 persen? Mulai berlaku Januari 2024?? Super tinggi? Ini mau matikan usaha?? Ayok pelaku usaha teriaaakkk," tulis Hotman dalam unggahannya, dikutip Minggu (7/1/2024).

Melalui unggahannya tersebut, Hotman mengunggah tarif pajak barang dan jasa tertentu. Khusus untuk jasa hiburan diskotek, karaoke, klub malan, bar dan mandi uap atau spa sebesar 40%. Tidak berhenti di situ, dalam aturan itu juga tertulis tarif pajak makanan minuman 10%, jasa hotel 10% dan parkir 10%.

Sebagai informasi, UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menggabungkan seluruh jenis pajak daerah yang berbasis konsumsi ke dalam 1 jenis pajak baru, yaitu pajak baru dan jasa tertentu. Objek pajak barang dan jasa tertentu tersebut antara lain makanan dan minuman, tenaga listrik, perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan.

Namun, Pemda berwenang mengenakan PBJT dengan tarif 40-75% atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap atau spa. Sementara, tarif PBJT atas konsumsi listrik dari sumber lain oleh industri dan pertambangan migas maksimal 3% dan PBJT atas konsumsi lsitrik yang dihasilkan senidiri maksimal 1,5%.

(SLF)

SHARE