Pengaruh Bursa Karbon Terhadap Ekonomi Indonesia: Potensi Pemasukan Hingga Rp230 Triliun
Keberadaan bursa karbon berdampak positif pada ekonomi Indonesia. Negara ini berpotensi mendapatkan pemasukan triliunan rupiah dari perdagangan kredit karbon.
IDXChannel—Apa pengaruh bursa karbon terhadap ekonomi? Jika dilihat dari potensi dana yang dihasilkan dari perdagangan karbon, keberadaan pasar karbon berpotensi untuk meningkatkan perekonomian suatu negara.
Bursa karbon atau pasar karbon adalah wadah di mana banyak pihak dapat menjual dan membeli kredit atau sertifikat karbon. Pemberlakuan kredit karbon ini bertujuan untuk membatasi emisi karbon, khususnya dari sektor industri.
Cara kerja bursa karbon, sederhananya seperti jual beli sertifikat karbon. Pihak pembeli adalah perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya mengeluarkan emisi karbon. Sertifikat itu secara tak langsung, berlaku seperti ‘izin’ untuk mengeluarkan emisi.
Satu unit kredit atau sertifikat karbon umumnya setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida. Jadi, kredit karbon ini disediakan oleh pihak-pihak yang memiliki proyek lingkungan atau proyek energi terbarukan.
Pihak pembeli mesti mengantongi sertifikat karbon sebagai kompensasi karena kegiatan usahanya telah mengeluarkan emisi karbon yang mencemari udara. Keberadaan kredit karbon akan menjamin pelaksanaan upaya penurunan pencemaran udara yang nyata.
Secara bersamaan, kredit karbon akan berpotensi menghasilkan pemasukan bagi individu, komunitas, atau perusahaan yang memiliki lini bisnis berbasis lingkungan hidup atau energi terbarukan.
Salah satu perusahaan yang menerima manfaat dari keberadaan bursa karbon adalah PT Pertamin Geothermal Tbk (PGEO), tahun lalu emiten ini menerima pemasukan dari kredit karbon senilai USD747.000 atau setara dengan Rp11,13 miliar.
Pemasukan dari kredit karbon ini bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan proyek-proyek lain di sektor lingkungan hidup ataupun energi terbarukan. Dari sini saja, muncul perputaran ekonomi baru.
Berapa nilai yang dapat dihasilkan dari pasar atau bursa karbon? Dikutip dari Green Earth (19/9), riset dari Trove Research memperkirakan nilai pasar kredit karbon pada 2023 bisa meningkat hingga 40%, menjadi USD1,9 miliar.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memperkirakan perdagangan kredit karbon dalam negeri sendiri bisa menghasilkan potensi pemasukan senilai USD1 miliar sampai dengan USD15 miliar setiap tahun, setara dengan Rp225 triliun.
primer antarentitas bisnis dan sekunder melalui bursa OJK, dapat mencapai US$1 miliar sampai dengan US$15 miliar atau setara dengan Rp230 triliun (asumsi kurs Rp15.377 per dolar AS) setiap tahunnya.
Nilai fantastis itu tak mengherankan, sebab Indonesia memiliki lahan yang dapat menyerap karbon dioksida dalam luasan yang cukup besar. Data dari Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memiliki hutan hujan tropis seluas 125,9 juta Ha yang mampu menyerap emisi 25,18 miliar ton.
Selain itu, Indonesia juga memiliki hutan mangrove seluas 3,31 juta ha dan lahan gambut seluas 7,5 ha yang mampu menyerap emisi karbon masing-masing sebanyak 950 juta ton per hektare dan 55 miliar ton.
Jadi, Indonesia berpotensi besar untuk menerima manfaat ekonomi dari bursa karbon.
Demikianlah ulasan singkat tentang pengaruh bursa karbon terhadap ekonomi Indonesia. (NKK)