IDXChannel - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) memiliki pos pendapatan baru dari hasil kredit karbon. Sebab, perdagangan karbon telah dimulai di Indonesia.
Di sisi lain, emiten anak usaha Pertamina itu memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar di dunia. Adapun, Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat perdagangan karbon di Indonesia dapat menembus USD300 miliar atau sekitar Rp4.625 triliun (asumsi kurs JISDOR BI Rp15.418 per USD) per tahun, yang berasal dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
“Untuk pertama kalinya pada 2022, Pertamina Geothermal Energy (PGE) mencatatkan pos pendapatan baru dari penjualan carbon credit. Ini membuktikan bahwa operasional PGE telah mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga karbon kredit sehingga PGE berhak untuk memonetisasi atas penjualan karbon kredit dari operasional PGE,” ujar Direktur Keuangan Pertamina Geothermal, Nelwin Aldriansyah, dalam pernyataan tertulis, Selasa (21/3/2023).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun sudah resmi meluncurkan perdagangan karbon, di mana mulai 2023-2024, perdagangan karbon dilakukan di subsektor pembangkit tenaga listrik secara mandatory. Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.
Perdagangan karbon itu sendiri diimplementasikan melalui 2 mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi. Sejumlah strategi dan upaya monetisasi terus dilakukan PGEO untuk mengawal kinerja keuangan tetap solid dengan misalnya menjaga pendapatan, EBITDA margin maupun profit margin yang stabil hingga rasio utang yang terjaga.