ECONOMICS

Pengusaha Jatim Keluhkan Biaya Meningkat Imbas Terbitnya Permenperin Gula Rafinasi

Rina Anggraeni 21/05/2021 07:28 WIB

Stok gula harus diambil dari luar daerah sehingga itu menambah biaya produksi untuk distribusi.

Pengusaha Jatim keluhkan biaya meningkat imbas terbitnya Permenperin gula rafinasi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (APEI), Muhammad Zakki menyanggah jika Gula rafinasi langka di Jawa Timur. Namun, stok gula harus diambil dari luar daerah sehingga itu menambah biaya produksi untuk distribusi. 

"Saya harus luruskan berita yang sudah ada. Biaya transportasinya itu siapa yang tanggung.  Ini yang menjadi persoalan," tutur dia di Jakarta, Kamis (20/5/2021).

Ia menuding, kondisi ini terjadi karena terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional. Aturan itu, kata dia, membuat pabrik gula di Jawa Timur, dalam hal ini PT Kebun Tebu Mas (KTM) tidak lagi mendapat pasokan impor raw sugar sehingga tak bisa memasok gula rafinasi ke pelaku industri. 

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Bernardi Dharmawan juga memastikan tidak ada kelangkaan gula rafinasi di Jawa Timur. AGRI menyediakan stok GKR di gudang Jawa Timur. Untuk membantu UKM, AGRI menawarkan harga jual yang sama di Jawa Timur, seperti harga jual di pabrik anggota AGRI. “Dengan demikian UKM tidak menanggung biaya transportasi,” pungkas Benardi.


Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Kementrian Perindustrian Supriyadi menjelaskan, desakan agar PT KTM diberikan ijin impor raw sugar mustahil dipenuhi. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) nomor 3 tahun 2021, pabrik gula kristal putih (GKP) berbasis tebu untuk kebutuhan konsumsi tidak boleh memproduksi gula kristal rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi kebutuhan industri. 

“Pak Zakki (APEI) itu masalahnya kekurangan bahan baku (GKR) atau pingin KTM dapat (ijin impor raw sugar) sih? KTM itu kan izinnya pabrik gula berbasis tebu,"  Supriyadi. 

Menurut Supriyadi, bila PT KTM yang merupakan pabrik gula berbasis tebu diberi kuota impor raw sugar untuk memproduksi gula rafinasi, dikhawatirkan akan memicu terjadinya ketergantungan terhadap impor dan cita-cita RI mencapai swasembada gula bisa gagal tercapai. "Seharusnya PT KTM melakukan pengembangan lahan tebu yang saat ini masih kurang," bebernya.

PT KTM, kata Supriyadi, sebenarnya telah mendapat alokasi impor raw sugar tahun ini mencapai 80.000 ton. Namun raw sugar itu diberikan bukan untuk memproduksi gula rafinasi melainkan untuk memproduksi gula konsumsi.

"Pun, sudah begitu, tetap kita kasih kok kuota raw sugar, hanya saja kan kita sesuaikan dengan perkembangan kebun tebunya dia (KTM). Dia dapat kok 80.000 ton, tapi masih teriak-teriak aja," jelas Supriyadi. 

Alokasi raw sugar diberikan kepada PT KTM agar pabrik gula tersebut memperoleh lebih banyak penghematan anggaran belanja bahan baku. Itu diberikan sebagi insentif investasi dari pemerintah. Harapannya, PT KTM bisa menggunakan uang hasil penghematan tadi untuk memperluas area tanam kebun tebu miliknya. 

Namun, hingga kini luas tanam area tebu yang dimilik PT KTM belum memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah. Dari hasil investigasi Kemenperin, uang penghematan yang diperoleh PT KTM malah digunakan untuk membeli tebu dari petani yang sudah menjalin kontrak dengan pabrik gula lainnya. Kondisi ini malah berbahaya bagi industri gula tebu di Jawa Timur. Ia khawatir, perilaku PT KTM bisa memicu persaingan tidak sehat pada industri gula berbasis tebu di Jawa Timur. 

"Kan di sana ada pabrik gula tebu lain. Ada PG BUMN dan lain-lain. Dengan dia (PT KTM) membeli tebu seperti itu, dia merusak harga pasar di sana (Jawa Timur). Industri yang lain. Justru persaingannya, jadi persaingan tidak sehat," tutur dia. 

"Dia (KTM) kan bisa membeli tebu lebih mahal karena dia menerima insentif kuota raw sugar tadi. Jadi dia ada kelebihan (penghematan). Harusnya, kelebihan itu dia pakai untuk memperluas lahan perkebunan tebu. Kan memang maksud pabrik baru diberi insentif investasi biar dia bisa membangun perkebunan tebu sendiri," pungkas Supriyadi. (TIA)

SHARE