Pengusaha Teriak Industri Pariwisata Lesu Gara-Gara Larangan Study Tour
Pengusaha teriak industri pariwisata mengalami penurunan karena sejumlah faktor. Salah satunya larangan study tour.
IDXChannel - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menyebut, industri pariwisata mengalami penurunan karena sejumlah faktor. Salah satunya larangan study tour atau karya wisata yang diberlakukan oleh sejumlah pemerintah daerah.
Tercatat beberapa pemerintah daerah yang memberlakukan larangan study tour, yaitu Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan Pontianak.
“Kalau yang dianggap salah operator transportasi daratnya, harusnya itu yang di penalti, bukan kegiatan study tour-nya yang dilarang,” kata Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers, Jakarta, Sabtu (22/3/2025).
Larangan pelaksanaan kegiatan study tour dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain, faktor keselamatan dan efektivitas pembelajaran. Selain itu, jumlah kecelakaan rombongan study tour yang meningkat juga turut menjadi faktor dilarangnya kegiatan tersebut.
Hariyadi mengatakan, kebijakan terkait karya wisata seharusnya disesuaikan dengan program sekolah dan kemampuan siswa.
Menurutnya, sebaiknya tidak ada larangan jika memang sekolah berencana mengadakan karya wisata ke luar kota atau bahkan ke luar negeri.
Hariyadi meminta kepada kepala daerah yang telah menerbitkan kebijakan ini untuk mempertimbangkannya kembali dan mencabut larangan tersebut, karena kebijakan itu tidak menyelesaikan permasalahan yang ada.
Di sisi lain, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menyebut, pemotongan anggaran pemerintah berdampak signifikan pada sektor pariwisata nasional. Sejak awal 2025, industri pariwisata turut terimbas kebijakan ini dan diperkirakan berlangsung dalam jangka panjang.
Sekretaris INACA, Bayu Sutanto menuturkan, pada Januari tahun ini, okupansi penerbangan domestik tercatat 75 persen. Namun angka tersebut turun pada Maret menjadi 67 persen.
“Utamanya terjadi karena jumlah penerbangan,” kata Bayu.
Penurunan okupansi juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah perjalanan dinas yang berdampak pada sektor perhotelan, restoran dan transportasi. Hal ini dikarenakan sekitar 20 persen penumpang maskapai domestik berasal dari pegawai pemerintahan.
(Fiki Ariyanti)