Pengusaha Ungkap Cara China dan India Siasati Safeguard Keramik RI
Pemerintah menerapkan safeguard terhadap produk impor keramik, salah satunya untuk melindungi keramik dalam negeri dari serbuan produk impor.
IDXChannel - Pemerintah menerapkan safeguard terhadap produk impor keramik, salah satunya untuk melindungi keramik dalam negeri dari serbuan produk impor. Namun, kebijakan tersebut ternyata mampu disiasati produsen keramik terutama dari China dan India.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto mengatakan pada awal penerapan safeguard, selama dua sampai tiga bulan pertama pengaruhnya cukup efektif. Hal itu terlihat dari angka impor secara tren menurun.
"Awal-awal penerapan safeguard, selama dua sampai tiga bulan pertama penerapan tersebut cukup efektif. Hal itu terlihat dari angka impor secara tren menurun di mana ini berdampak pada kenaikan harga produk impor di dalam negeri," ujarnya ujarnya dalam diskusi Market Review di IDX Channel, Selasa (12/10/2021).
Tetapi, tidak lama berselang, ia bilang, pemerintah Tiongkok menerapkan ketentuan untuk menurunkan ketebalan keramik yang akan diekspor ke Indonesia.
Tak mau kalah, ternyata India juga mensiasati ketentuan yang sama, di mana sebelumnya ketebalan satu keping berkisar 10mm kemudian ditipiskan menjadi 8mm.
"Setelah itu, hal ini juga diikuti oleh produsen dari Tiongkok. Jadi itu yang kami hadapi," tambahnya.
Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI) sempat mengusulkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) diatas 35 persen. Namun, yang disetujui pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan adalah 19 - 23 persen.
Sejalan dengan hal itu, Edy menerangkan bahwasannya Asaki tidak tinggal diam. Di samping persoalan yang tengah dihadapi, dia bilang, Asaki juga mempelajari tren dari tahun ke tahun yang dimana kemungkinan besar terdapat indikasi transhipment dari Tiongkok melalui Malaysia.
"Nah ini sedang kita pelajari, kita kumpulkan datanya," katanya.
Selain itu, lanjutnya, tidak lepas juga akan ada kemungkinan terjadi praktik dumping oleh produsen Tiongkok dan India.
Sehubungan dengan itu, ia melontarkan bahwa safeguard yang seharusnya efektif menjadi tidak efektif. Adapun gambaran yang ia jelaskan, selama tiga tahun (2015 – 2017) Indonesia menggunakan safeguard, angka impor mencapai USD 640 jutaan.
Sementara, 2018 – 2020 pada saat penerapan safeguard, angka impor justru malah meningkat menjadi USD 860 jutaan. “Ini peningkatanya cukup besar, sekitar 30 persen,” imbuhnya.
Terkait hal ini, Asaki berulang kali melaporkan kepada Kementerian Perdagangan dan Kemeterian Perindustrian.
"Manakala BMTP safeguard ini hanya berkisar 15 -17 persen apalagi menurun hingga 13 persen dimana angka ini dibawah dari ketentuan, maka Asaki akan bertindak cepat," tegas Ketum Asaki. (RAMA)