ECONOMICS

Penjual di Toko Online Disebut Bakal Kena Pajak, Ini Penjelasan DJP

Anggie Ariesta 26/06/2025 13:19 WIB

Rencana pemerintah untuk menunjuk platform marketplace sebagai pemungut pajak atas penghasilan penjual masih dalam tahap finalisasi. 

Penjual di Toko Online Disebut Bakal Kena Pajak, Ini Penjelasan DJP. Foto: Freepik.

IDXChannel - Rencana pemerintah untuk menunjuk platform marketplace sebagai pemungut pajak atas penghasilan penjual masih dalam tahap finalisasi. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rosmauli, menanggapi isu yang ramai dibicarakan terkait pajak e-commerce yang akan dikenakan ke pedagang.

"Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap finalisasi aturan oleh pemerintah," kata Rosmauli kepada wartawan, dikutip Kamis (26/6/2025). 

Rosmauli menjelaskan, prinsip utama dari kebijakan ini adalah untuk menyederhanakan administrasi perpajakan sekaligus menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan secara daring dan luring.

Rosmauli juga memastikan, apabila regulasi ini resmi diterbitkan, pemerintah akan menyosialisasikannya secara terbuka dan menyeluruh kepada publik.

"Begitu aturannya resmi diterbitkan, kami akan sampaikan secara terbuka dan lengkap ya," kata dia.

Sebelumnya, laporan Reuters menyebut pemerintah Indonesia tengah menyiapkan kebijakan baru yang mewajibkan platform e-commerce seperti TikTok Shop, Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, dan Bukalapak untuk memungut pajak sebesar 0,5 persen dari penghasilan penjualan penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. 

Golongan tersebut tergolong sebagai pelaku UMKM yang saat ini sudah diwajibkan membayar pajak dengan tarif tersebut secara langsung.

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah lesunya pendapatan akibat harga komoditas yang melemah, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan kendala teknis pada sistem perpajakan yang baru saja diperbarui. 

Dalam periode Januari hingga Mei 2025, Kemenkeu mencatat penerimaan negara turun 11,4 persen secara tahunan, menjadi Rp995,3 triliun (sekitar USD61 miliar).

Meski begitu, sejumlah platform e-commerce dikabarkan menolak rencana tersebut karena khawatir akan meningkatkan beban administratif dan menyebabkan penjual berpindah dari marketplace ke jalur penjualan lain. 

Mereka juga meragukan kesiapan sistem perpajakan yang sedang mengalami gangguan teknis pasca-upgrade.

Laporan Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat industri e-commerce Indonesia terus tumbuh pesat dengan nilai transaksi (GMV) mencapai USD65 miliar pada 2024, dan diproyeksikan menembus USD150 miliar pada 2030.

(NIA DEVIYANA)

SHARE