ECONOMICS

Pertumbuhan PDB Melambat Diikuti Cadev Turun, Ekonomi RI Seberapa Gawat?

Maulina Ulfa - Riset 07/11/2023 16:41 WIB

Data perekonomian Indonesia yang diumumkan pekan ini cukup mengecewakan.

Pertumbuhan PDB Melambat Diikuti Cadev Turun, Ekonomi RI Seberapa Gawat? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Data perekonomian Indonesia yang diumumkan pekan ini cukup mengecewakan. Sejumlah indikator seperti pertumbuhan ekonomi kuartalan, hingga posisi cadangan devisa (cadev) terpantau mengalami pelemahan.

Imbasnya, pada perdagangan Selasa (7/11), rupiah melemah 0,55 persen di level Rp15.620 per USD dibanding penutupan sebelumnya di level Rp15.535 per USD.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian Indonesia bertumbuh hanya sebesar 4,94 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal III-2023.

Data ini lebih lambat dari konsensus pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 5,05 persen. Data terbaru ini juga menunjukkan pertumbuhan terlemah sejak kuartal ketiga 2021.

Sebelumnya, ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen (yoy) dan 3,86 persen (qtq) pada kuartal II-2023. Sementara itu, ekonomi Indonesia tumbuh 5,73 persen (yoy) dan 1,83 persen (qtq) pada kuartal III-2022.

Tingkat Pertumbuhan Tahunan PDB di Indonesia rata-rata sebesar 4,88 persen dari tahun 2000 hingga 2023 dan sempat mencapai level tertinggi sepanjang masa sebesar 7,16 persen pada kuartal keempat 2004 dan rekor terendah sebesar -5,32 persen pada kuartal kedua 2020.

Cadev Turun hingga Lemahnya Belanja Publik

Bank Indonesia (BI) menyampaikan, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2023 sebesar USD133,1 miliar.

Namun, posisi ini menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2023 sebesar USD134,9 miliar. Angka ini juga terus turun dan mencapai level terendah sejak awal tahun ini. (Lihat grafik di bawah ini.)

"Penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai langkah antisipasi dampak rambatan sehubungan dengan semakin meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global," ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Nita A Muelgini melalui keterangan resmi, Selasa (7/11/2023).

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Di samping itu, posisi cadangan devisa Indonesia masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," katanya.

Di sisi lain, penurunan ekonomi Indonesia kali ini juga disebabkan berkurangnya konsumsi rumah tangga dan penurunan belanja pemerintah dan penurunan ekspor di tengah moderasi harga komoditas.

Mengingat, secara umum konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama perekonomian RI.

Konsumsi rumah tangga melambat dilaporkan melambat menjadi 5,06 persen dibandingkan 5,22 persen pada kuartal-II 2023. Di kuartal sebelumnya, konsumsi rumah tangga menyumbang mayoritas atau 53,31 persen dari total PDB periode tersebut.

“Sebagai penyumbang utama dari PDB menurut komponen pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,06 persen, PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) tumbuh 5,77 persen didorong oleh pertumbuhan barang modal bangunan, kendaraan, serta produk kekayaan intelektual," terang Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (6/11/2023).

Penurunan harga komoditas global juga andil memberikan pengaruh ke komoditas ekspor unggulan. Antara lain minyak kelapa sawit (CPO), nikel dan batu bara.

“Di tengah tren melambatnya pertumbuhan ekonomi global, terjadinya perubahan iklim, dan menurunnya harga komoditas ekspor Indonesia, resiliensi ekonomi kembali tercermin melalui pertumbuhan ekonomi,” kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (6/11/2023).

Nilai ekspor Indonesia September 2023 memang turun 5,63 persen mencapai USD20,76 miliar dibanding ekspor Agustus 2023. Dibanding September 2022 nilai ekspor turun sebesar 16,17 persen.

Penurunan terbesar ekspor nonmigas September 2023 terhadap Agustus 2023 terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewani/nabati sebesar USD601,1 juta atau setara 20,54 persen, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada besi dan baja sebesar USD78,6 juta 3,51 persen.

Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–September 2023 turun 10,86 persen dibanding periode yang sama tahun 2022.

Demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 9,03 persen dan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 19,83 persen.

Mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri mengungkapkan dirinya sudah memprediksi melemahnya ekonomi RI pada kuartal ini.

Dalam unggahan sosial medianya, pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) tersebut memproyeksi pelemahan ekonomi yang akan mulai pada kuartal ketiga ini akan berlanjut hingga 2024.

“Data menunjukkan itu, fiskal kita masih mengalami surplus, ada risiko pertumbuhan ekonomi akan melambat di kuartal III-2023 dan tahun 2024. Itu sebabnya perlu percepatan realisasi belanja pemerintah. Namun, saya tak melilhat risiko resesi,” ungkap Chatib, dikutip Senin (6/11/2023). 

Benar saja, sepanjang kuartal III tahun ini, belanja pemerintah masih terkontraksi 3,76 persen.

Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani masih optimis belanja pemerintah akan membaik pada kuartal terakhir tahun ini.

Sri Mulyani juga optimis potensi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2023 bakal terkerek ke atas 5 persen yoy dengan porsi belanja negara yang masih tersisa Rp1.078 triliun. 

“Melihat pola belanja pemerintah pada kuartal III-2023 memang selalu tercatat kontraksi dan baru akan terealisasi pada kuartal terakhir. Saya sudah menghitung untuk sampai Desember ini dari alokasi belanja yang ada, kami masih ada kuartal terakhir, belanja di dalam APBN masih ada Rp1.078 triliun,” ujarnya dalam Konferensi Pers PDB Kuartal III 2023 serta Stimulus Fiskal, Senin (6/11). (ADF)

SHARE