Perusahaan Teknologi Raksasa Bertumbangan, Antara Ambisi Ekspansi dan Suramnya Ramalan Ekonomi
Jelang akhir tahun, gelombang layoff atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dengan jumlah yang besar di berbagai perusahaan teknologi besa.
IDXChannel - 2022 menjadi tahun harapan recovery dan pemulihan ekonomi pasca pandemi covid 19 yang melanda lebih hampir mencapai 3 tahun. Nyatanya tidak demikian bagi sektor industri teknologi, terlebih lagi jelang akhir tahun, gelombang layoff atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dengan jumlah yang besar.
Namun keadaaan berbalik dan justru menjadi 'hantu' ekonomi suram akibat adanya konflik Geopolitik antara Rusia - Ukraina. Konflik tersebut setidaknya menciptakan terhambatnya rantai pasok dan berakibat inflasi di seluruh dunia.
Padahal ketika pandemi covid 19 ada secercah harapan bahwa industri teknologi digital bakal berkembang pesat yang dimotori oleh adanya pembatasan mobilitas masyarakat ketika Pandemi melandasi.
Hal tersebut melahirkan optimisme besar perusahaan teknologi raksasa akan melakukan ekspansi bisnisnya untuk berkembang lebih pesat sesaat setelah pandemi mereda.
Mengutip surat kabar The Wall Street Journal, CEO META Mark Zuckberg mengakui bahwa optimisme yang berlebihan itu justru membuat perusahaan melakukan rekruitmen staf yang masif. Hingga pada satu titik saat ini, ekonomi diramalkan suram hingga perushaan kesulitan untuk survive.
Sementara di platform META sendiri, setidaknya telah memangkas 11 ribu pekerja dan 13% staff perushaan, bahkan untuk Twitter Inc., Stripe Inc., Redfin Corp., Lyft Inc. dan lainnya kalau di totoal angkanya lebih dari 100 ribu pekerja yang terpangkas pada 2022.
Amazon sendiri, setidaknya memberhentikan sebanyak 3% dari staf perushaan. Bahkan Chief Executive Officer Andy Jassy mengungkapkan fenomena ini bakal berlanjut pada tahun depan.
"Ini adalah keputusan tersulit yang pernah kami buat selama ini,” kata Andy Jassy.
Fenomena PHK karyawan juga tergambar di industri teknologi dalam negeri. Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menilai apa yang terjadi di Indonesia juga merupakan dampak yang tidak lepas dari adanya pelemahan ekonomi global.
"Prediksi 2023 yang akan terjadi krisis global, menjadi sebuah warning system, bahwa perusahaan ini startup ini perlu melakukan sesuatu untuk siap menghadapi tantangan tahun 2023," kata Heru kepada MNC Portal.
Disatu sisi Heru juga menyoroti bagaimana sebuah perusahaan startup menjalani ekoistem bisnisnya. Mulai dari 'bakar-bakar' uang untuk keperluan menggaet customer hingga sistem kerja modern.
"Untuk mengakusisi pengguna yang harus menggunakan duit lebih besar, karena setidaknya butuh Rp100-150 ribu untuk mendapatkan satu penggunaan baru, bayangkan misal kita ada 1 juta pengguna, kan juga besar," kata Heru.
Seperti diketahui, perushaan hasil merger antara toko online dan ojek online seperti GoTo pun tidak kuasa menahan ombak PHK. Bahkan perushaan edutech laku keras saat pembelajaran daring ketika Pandemi Covid 19 harus memutus hubungan kerja kepada karyawannya.
"Startup kita sudah mulai kesulitan unruk mendapatkan Invetasi, dimana Investor yang sudah berinvetasi sebelumnya pingin uangnya kembali, sehingga banyak merka yang menahan uang untuk melakukan investasi baru lagi," pungkasnya. (FHM)