ECONOMICS

Petani dan Pekerja Tembakau Tegas Tolak RPP Kesehatan karena Dinilai Merugikan

Widya Michella 17/11/2023 06:56 WIB

Petani dan pekerja di industri tembakau dengan tegas menolak RPP Kesehatan karena dinilai merugikan bahkan berpotensi menimbulkan PHK.

Petani dan Pekerja Tembakau Tegas Tolak RPP Kesehatan karena Dinilai Merugikan. (Foto: Dok. GPN dan P3M)

IDXChannel – Petani dan pekerja di industri tembakau dengan tegas menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan Bagian Pengamanan Zat Adiktif (tembakau dan rokok).

Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat KH Sarmidi Husna menyampaikan penolakan tersebut didasari adanya draft pasal-pasal yang merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan. 

Hal ini disampaikannya Dialog Interaktif “Telaah RPP Pelaksanaan UU Kesehatan Pasal Pengamanan Zat Adiktif (Tembakau): Petani Tembakau Menolak!” yang digelar Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) beberapa waktu lalu.

"Pertama, masalah aturan pelarangan menjual rokok secara terbuka, padahal rokok merupakan produk legal bukan produk ilegal seperti narkotika/psikotropika atau minuman keras," kata Husna dalam keterangannya, Kamis (16/11/2023).

Kedua, larangan iklan dan sponsorship terhadap kegiatan sosial keagamaan. Selanjutnya, terdapat rekomendasi untuk dilakukan alih tanam tembakau ke komoditas lain.

Padahal lahan yang ditanami tembakau seperti daerah Temanggung, Magelang, Jember, Madura, dan lain-lainnya itu memiliki spesifikasi sendiri yang tidak cocok untuk tanaman lain. 

"Keempat, terdapat rekomendasi penurunan standar tar dalam rokok, kalau ini terjadi maka akan terjadi larangan larangan membeli tembakau lokal, karena tembakau lokal itu tarnya cukup tinggi, sehingga nanti akan terjadi impor tembakau untuk memenuhi kebutuhan produksi industri rokok, dan masalah-masalah lainnya," ucapnya.

Menurutnya, Draft RPP Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang tembakau dan rokok tersebut, sudah berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI dan sedang dilakukan harmonisasi.

“Kalau Kemenkumham menyetujui RPP tersebut, dampaknya akan sangat dirasakan mulai dari petani sampai ke penjual rokok. Karena itu, kita tolak pasal-pasal RPP Kesehatan terkait zat adiktif yang di dalamnya mengatur rokok dan tembakau,” kata dia.

Pada intinya, kekhawatiran muncul terkait pasal-pasal dalam draft RPP yang dianggap eksesif dan berpotensi merugikan industri tembakau. Larangan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan produk tembakau di berbagai media, serta dorongan untuk diversifikasi tanaman, menjadi poin kontroversial yang mendapat penolakan keras dari para petani. 

"Mereka menilai bahwa RPP ini tidak hanya menempatkan tembakau pada posisi yang merugikan, tetapi juga dapat merugikan mata pencaharian sekitar 6 juta masyarakat Indonesia yang terlibat dalam ekosistem pertembakauan nasional, "ujarnya.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nurtianto Wisnubroto menambahkan, saat ini para petani tembakau tengah dihantui aturan yang tengah digodok yaitu RPP Kesehatan pasal tembakau. Dalam aturan tersebut, nantinya satu bungkus rokok minimal berisi 20 batang.

“Oleh pemerintah, rokok dianggap masih terlalu murah, apalagi perbandingannya dengan Singapura yang harganya kalau dirupiahkan menjadi sekitar Rp140 ribu. Dengan aturan baru nanti, harga rokok menjadi sekitar Rp45 ribu. Tapi pemerintah lupa, UMR di Singapura itu Rp50 juta, sementara di Indonesia rata-rata hanya Rp2,7 juta. Jauh sekali perbandingannya,” tutur Wisnu.

Pendapat senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Andreas Hua. Menurutnya, RPP Kesehatan yang menyangkut zat adiktif akan membuat harga rokok semakin tinggi. Hal ini, tentu berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Yang paling terasa dampaknya adalah di industri rokok. Kalau rokok tidak laku, para pekerja akan terkena PHK. Karena itu, FSP RTMM dengan tegas menolak RPP Kesehatan pasal tembakau ini,” kata dia.

Sementara itu, KH. Ubaidillah Shodaqoh, Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menyatakan keresahannya terhadap RPP tersebut karena sudah masuk kategori mengharamkan apa yang dihalalkan Allah.

"Keresahan bersama terkait RPP Kesehatan. Menempatkan perokok seolah olah manusia hina. Tembakau atau rokok itu barang halal, kenapa sampai harrama ma ahallalloh (mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah) terkait tembakau atau rokok? Ini yang tidak benar," tuturnya.

(FRI)

SHARE