ECONOMICS

PLN Krisis Batu Bara, IESR: DMO Kurang Efektif

Suparjo Ramalan 05/01/2022 13:25 WIB

Terkait krisis pasokan batu bara di PLN, berikut tanggapan Institute for Essential Services Reform.

PLN Krisis Batu Bara, IESR: DMO Kurang Efektif (Dok.MNC Media)

IDXChannel - PT PLN (Persero) tengah melakukan upaya pengamanan pasokan batu bara untuk menghindari terjadinya pemadaman listrik di masyarakat. Langkah itu menyusul adanya krisis batu bara dan liquefied natural gas (LNG). Menanggapi hal tersebut, Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) pun membeberkan pandangannya. 

Dari informasi terkini, PLN sudah menerima tambahan pasokan batubara sebesar 3,2 juta ton yang digunakan sepanjang Januari 2022 ini. Sementara, total target pasokan batubara harus mencapai 5,1 juta ton per bulannya. 

Perkaranya, kelangkaan pasokan batubara kembali terjadi disaat BUMN di sektor kelistrikan itu mengambil langkah antisipasi jauh-jauh hari. Pada Agustus 2021, PLN tercatat telah melakukan langkah strategis makalah krisis batubara menimpah sejak awal hingga pertengahan 2021. 

Meski, manajemen PLN menilai kelangkaan terjadi akibat cuaca, disparitas harga yang tinggi di pasar internasional (di kisaran USD163 per metrik ton), hingga imbas pandemi Covid-19. 

Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi menyebut, sejumlah upaya dilakukan pihaknya untuk mengamankan pasokan batubara. Di antaranya, menyiapkan digitalisasi, early warning system, integrated system dan kerja sama yang intensif antara PLN dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Selain itu, implementasi alternatif pasokan melalui pembelian batubara di pasar spot, optimasi distribusi pasokan, dan perbaikan pengelolaan logistik termasuk penjadwalan pengiriman juga terus dilakukan. 

“PLN berterima kasih atas langkah-langkah pemerintah dalam memastikan kesinambungan serta keandalan pasokan batu bara," ujar Agung, dikutip Rabu (5/1/2022).

Perseroan memang belajar dari pengalaman krisis pasokan batu bara yang sempat terjadi dan menimbang saran pemerintah. Karena itu, PLN menetapkan fokus pembelian batubara langsung dari perusahaan pemilik tambang.

Hanya saja krisis batubara kembali terjadi dan membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram. Kepala Negara pun menegaskan agar produsen batubara memenuhi kewajiban pasok atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% hingga menekan ekspor. Bahkan, dia meminta sejumlah Menteri di Kabinet Indonesia maju untuk segera mengambil langkah antisipasi untuk mencegah krisis energi ini berkepanjangan.

Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) pun membeberkan faktor fundamental krisis batu bara yang terjadi di PLN. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mencatat ketidakefektifan kewajiban pasokan atau sebesar 25% dari produsen menjadi sebab utamanya.

Menurutnya, tidak maksimalnya DMO yang dipasok perusahaan batu bara menyebabkan pasokan batu bara untuk pembangkit PLN dan pembangkit listrik swasta atau Independent Power Producers (IPP) menjadi terganggu. 

Kendala pasok DMO sendiri didorong oleh disparitas harga antara harga ekspor dan dan DMO. Artinya, produsen atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) memilih mengekspor batubara lantara nilainya jauh lebih besar dibandingkan harga supply batubara kepada PLN yang dipandang kecil.

Tak hanya itu, faktor utama terjadinya krisis Jenis bahan bakar lokomotif uap itu juga didorong oleh realisasi DMO di internal BUMN di sektor ketenagalistrikan itu sendiri. Fabby memandang, DMO lebih mudah didiskusikan daripada dilaksanakan. 

Dalam hitungannya, produsen batubara tidak semuanya memproduksi batu bara yang sesuai dengan spesifikasi pembangkit PLN. Sebagian besar pembangkit batu bara PLN menggunakan kalori rendah atau di level 4.200. Sementara, ada sejumlah produsen yang tidak memproduksi kalori rendah atau memproduksi kalori yang lebih tinggi dari kebutuhan pembangkit PLN.

"Lalu juga, kalau kita lihat pemegang IUP itu ada ribuan, izin usaha pertambangan. Kan tidak semua produksi batubaranya itu angkanya jutaan ton, ada yang hanya beberapa ribu ton dalam 1 bulan. Nah, kalau itu hanya 25% dan dialokasikan, itu kalau disuruh kirim sendiri yah mahal lho karena dia kecil volume produksinya," tutur Fabby.  

(IND) 

SHARE