Polemik Kebijakan Impor Beras, Pengamat: Sekarang Waktunya Tidak Tepat!
Dengan adanya rencana impor beras ini juga dilakukan saat harga gabah terus mengalami penurunan.
IDXChannel - Rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras menuai banyak tanggapan dari masyarakat. Bahkan disebut bahwa rencana tersebut dinilai tidak tepat karena dilakukan saat panen raya.
Pengamat Pertanian IPB Dwi Andreas mengatakan, dirinya merasa janggal dengan adanya keputusan impor beras pada awal Maret lalu. Karena menurutnya tidak sesuai dengan data yang ada.
"Timingnya sama sekali tidak tepat, kenapa? biasanya keputusan-keputusan semacam ini diambil sekitar bulan Juli atau Agustus ketika kita sudah mendapatkan data yang relatif pasti, berapa potensi produksi di tahun 2021 ini," ujar Dwi dalam acara Market Review IDX Channel, Kamis (25/3/2021).
Dwi menambahkan, dengan adanya rencana impor beras ini juga dilakukan saat harga gabah terus mengalami penurunan. Hal ini diketahui dari jaringan tani yang dimilikinya pada Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) yang terdapat di 89 Kota/Kabupaten.
"Sehingga kami terus mengamati bagaimana pergerakan harga gabah tiap bulan kami survei itu turun terus dari September 2020 Rp4.800 ini untuk sentra produksi, di Desember 2020 sudah Rp4.263, di Februari 2021 di Rp3.995," kata dia.
Dia menyebut turunnya harga gabah sebagai anomali karena biasanya di akhir tahun harga gabah maupun beras mengalami peningkatan, tetapi sejak akhir tahun lalu hingga awal tahun ini harganya terus menurun.
"Lalu kemudian tiba-tiba mendadak di awal Maret 2021 tiba-tiba muncul keputusan impor sehingga harga semakin jatuh. Di bulan Maret saat ini rata-rata di angka Rp3.600, ini amat sangat rendah," ucapnya.
Menurut kajian jaringan tani di Jawa Timur, kerugian yang diterima petani itu per hektarnya Rp2,7 juta. Padahal, menurut data resmi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) estimasi produksi beras untuk kuartal I-2021 akan meningkat sangat besar 26,9 persen dibanding tahun lalu, lalu stok beras nasional per Maret telah mencapai 9,4 juta ton.
"Bagaimana logikanya tiba-tiba dalam kondisi surplus, dalam kondisi petani panen raya, tiba-tiba muncul keputusan impor beras. Ini yang menjadi masalah," sebut dia.
(SANDY)