ECONOMICS

Prospek Industri di 2025 Usai Tarif PPN dan UMP Naik

Dhera Arizona Pratiwi 10/01/2025 13:50 WIB

Lantas, bagaimana prospek industri pada 2025 di tengah dua kebijakan tersebut?

Prospek Industri di 2025 Usai Tarif PPN dan UMP Naik. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Namun, Presiden Prabowo Subianto memastikan kenaikan itu hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah.

"Karena itu seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya dan telah berkoordinasi dengan DPR, hari ini pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," kata Prabowo dalam jumpa pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (31/12/2024).

"Ya saya ulangi secara jelas kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," ujarnya.

Di lain sisi, Prabowo juga menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Keputusan itu telah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk mengendalikan inflasi serta menjaga daya beli masyarakat.

“Penetapan upah minimum ini telah mempertimbangkan berbagai faktor, seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak, guna menciptakan keadilan sosial,” kata Prabowo saat menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi dan Sosialisasi Kebijakan Upah Minimum Tahun 2025 yang diselenggarakan secara hybrid di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).

Lantas, bagaimana prospek industri pada 2025 di tengah dua kebijakan tersebut?

Prospek Industri Imbas PPN Naik Jadi 12 Persen

Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kenaikan PPN 12 persen akan berdampak negatif terhadap sektor industri. Sebab, bahan baku yang terkena PPN akan menaikkan biaya produksi.

“Dengan daya beli yang melemah, sementara terjadi kenaikan biaya produksi, akan menyebabkan utilisasi menurun. Penjualan akan berkurang karena permintaan juga menurun,” kata dia.

Jika penurunan terus terjadi, menurutnya, bukan tidak mungkin industri akan melakukan efisiensi. Misalnya dengan mengurangi tenaga kerja atau jam kerja.

INDEF mengaku pernah melakukan simulasi saat kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022. Hasil simulasi menunjukkan, pertumbuhan ekonomi akan turun 0,17 persen dan konsumsi rumah tangga akan turun 0,26 persen.

Ekonom INDEF Eko Listiyanto pun mengamini hal serupa. Kebijakan tersebut dinilai akan membebani masyarakat dan menghambat target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

“Masalahnya, kebijakan itu diterapkan pada saat tingkat konsumsi rumah tangga sedang menurun. Jika tetap diberlakukan akan menggerus daya beli masyarakat dan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi,” kata dia dalam sebuah diskusi publik.

Secara terpisah, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengaku sudah melakukan komunikasi terhadap industri terkait kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Menurutnya, tidak akan banyak dirasakan oleh industri.

“Saya yakin ini semua masih di dalam langkah yang sama antara industri dan pemerintah untuk bisa menjalankan keputusan undang-undang, sekaligus juga menjaga perekonomian industri," ujar Faisol usai menghadiri Kick Off 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (18/12/2024).

Kata dia, Kemenperin juga akan ikut memastikan kondisi industri, khususnya industri kecil dan menengah tetap kondusif meskipun tarif PPN naik menjadi 12 persen ditambah dengan insentif-insentif yang digelontorkan pemerintah untuk membantu sektor UMKM.

Prospek Industri Dampak UMP 2025 Naik 6,5 Persen

Untuk diketahui, kenaikan upah minimum tersebut dapat meningkatkan biaya tenaga kerja bagi perusahaan, terutama di sektor-sektor dengan proporsi biaya upah yang tinggi, seperti manufaktur dan ritel.

Sementara, bagi perusahaan kecil dan menengah (UKM), kenaikan ini bisa menjadi beban tambahan. Sebab, mereka mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyesuaikan diri dengan kenaikan upah mininum.

Namun, bagi perusahaan besar yang sudah terbiasa dengan fluktuasi ekonomi, kenaikan ini mungkin tidak terlalu berdampak besar, terutama jika mereka memiliki efisiensi operasional baik.

Bagaimanapun, dampak terhadap daya saing usaha tetap bergantung pada kemampuan perusahaan untuk menyerap atau mengalihkan biaya tambahan ini, misalnya melalui inovasi atau otomatisasi yang dapat meningkatkan produktivitas.

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Efendi mengatakan, kenaikan UMP 2025 akan ekonomi bertumbuh. Sebab, kebijakan ini bisa mendongkrak daya beli masyarakat.

"Karena menurut hemat saya, kenaikan upah minimum memiliki potensi yang cukup besar, untuk meningkatkan daya beli dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi," ujar Tadjudin dalam tayangan Market Review IDX Channel, Senin (25/11/2024).

Chief Economist BCA David Sumual juga menyampaikan hal serupa. Dia menilai kenaikan UMP ini positif karena akan memberikan tantangan ke inflasi di tahun depan dan mendorong daya beli masyarakat yang ujungnya menguntungkan perusahaan.

"Saya pikir positif buat pengusaha maupun pekerja. Inflasi diproyeksikan di bawah ekspektasi sekitar 1,5 persen di 2025. Harapannya kenaikan UMP akan dorong daya beli masyarakat," kata David saat dihubungi IDXChannel.

Maka dari itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan dukungan insentif untuk industri di tengah kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen. Skemanya tengah disiapkan oleh pemerintah.

"Sudah kami rapatkan kemarin membahas bantuan-bantuan atau insentif atau stimulus apa yang perlu dan akan disiapkan oleh pemerintah untuk membantu dunia usaha, untuk membantu industri," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Agus menjelaskan, beberapa jenis insentif yang tlah dibahas antara lain untuk sektor otomotif. Insentif tersebut meliputi ketentuan terkait Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPnBM), hingga insentif PPN DTP.

Jika sebelumnya insentif ini lebih menyasar kendaraan atau mobil listrik. Ke depannya pemerintah mempertimbangkan juga pemberian insentif untuk mobil hybrid.

Agus memastikan, kebijakan kenaikan UMP pada tahun 2025 dilakukan tentu untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan juga disaat bersamaan pemerintah mempertimbangkan daya taan industri.

"Juga menjadi perhatian pemerintah adalah bagaimana kinerja dari industri, itu melalui insentif dan stimulus yang akan kita siapkan," kata Agus.

(Dhera Arizona)

SHARE