ECONOMICS

Rekor Laba USD56 Miliar Raksasa Migas Exxon di 2022, Bak ‘Blessing in Disguise’

Maulina Ulfa - Riset 01/02/2023 15:36 WIB

Exxon dapat dikatakan menghasilkan laba sekitar USD6,3 juta setiap jamnya

Rekor Laba USD56 Miliar Raksasa Migas Exxon di 2022, Bak ‘Blessing in Disguise’. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Raksasa minyak dan gas (migas) negeri Paman Sam, ExxonMobil, mencetak rekor penerimaan laba hampir USD56 miliar sepanjang 2022.

Ini menjadi rekor tahunan tak hanya bagi ExxonMobil, melainkan juga raksasa minyak lainnya di AS dan Eropa.

Sebelumnya, kompetitornya, Chevron juga membukukan laba USD35 miliar untuk tahun lalu, meskipun laporan di kuartal keempat mengecewakan.

Banyak perusahaan energi melaporkan keuntungan jumbo sejak tahun lalu, setelah invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan kenaikan tajam harga minyak.

"Tentu saja, kami jelas diuntungkan dari pasar minyak yang mengalami kenaikan harga," kata CEO ExxonMobil, Darren Woods, dikutip NPR, Rabu (1/2).

Kembalinya ‘Monster Profit’

Mengutip Reuters, Exxon dapat dikatakan menghasilkan laba sekitar USD6,3 juta setiap jamnya di tahun lalu atau lebih dari USD100 ribu setiap menit.

Hal itu menempatkan Exxon sejajar dengan Apple dan Google dengan keuntungan jumbo.

Pada 2020, laba Exxon sempat tertekan ke angka minus akibat guncangan pandemi Covid-19. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

 

Pada tahun 2020, ketika pandemi memicu jatuhnya harga minyak, perusahaan energi mengalami kerugian besar. Exxon mencatat kerugian tahunan sebesar USD22 miliar.

Kerugian pertamanya dalam beberapa dekade itu membuat Exxon sempat terlempar dari indeks saham Dow Jones.

Invasi Rusia ke Ukraina menjadi titik balik kenaikan harga minyak mentah tahun lalu. Perusahaan minyak besar diperkirakan akan memecahkan rekor tahunan dengan mendorong pendapatan gabungan mereka mendekati USD200 miliar.

Besarnya pendapatan tersebut mendorong wacana pengenaan pajak terhadap raksasa migas menguat. Eropa telah memberlakukan windfall tax pada perusahaan energi, dengan mengambil 33% dari keuntungan perusahaan migas untuk didistribusikan kembali ke rumah tangga.

Exxon sempat menggugat pajak itu, yang diperkirakan menelan biaya sekitar USD1,8 miliar untuk 2022.

Tahun lalu, Exxon juga sempat membagikan dividen USD30 juta kepada pemegang saham, sementara pesaingnya, Chevron, membayar lebih dari USD22 miliar.

Adapun di tahun ini Exxon berencana menahan produksi, sementara Chevron berencana meningkatkan produksi hingga 3%.

Tekanan Gedung Putih

Kesuksesan Exxon mengumpulkan pundi-pundi cuan ini memunculkan tekanan politik dari Gedung Putih. Tahun lalu Presiden Biden mengolok-olok Exxon dengan celetukan 'More money than God' karena pendapatan jumbo ini.

Gedung Putih dan partai Demokrat sebelumnya juga menuduh perusahaan minyak menimbun keuntungan mereka untuk memperkaya pemegang saham, termasuk eksekutif dan karyawan, alih-alih menginvestasikan uang untuk menjaga stabilitas kebutuhan energi negeri paman Sam.

Sementara itu, Presiden Biden telah mengancam perusahaan minyak dengan pajak yang lebih tinggi atas keuntungan berlebih mereka dan pembatasan lain jika mereka tidak menginvestasikan pendapatan mereka untuk produksi lebih besar.

Pada Selasa (31/1), Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang mengecam perusahaan minyak ini karena memilih memperkaya para eksekutif dan pemegang saham.

Sementara para investor terus menekan perusahaan untuk mengembalikan lebih banyak keuntungan dan membelanjakan relatif lebih sedikit uang untuk pengeboran minyak baru.

Kenaikan laba perusahaan minyak ini juga mendorong sejumlah perdebatan eksistensi mereka, terutama terkait dorongan mengurangi perubahan iklim yang meningkat di seluruh dunia.

Raksasa minyak banyak dikritik karena kontribusi mereka cukup besar terhadap perubahan iklim.

Baik Exxon dan Chevron menekankan upaya mendukung pencegahan perubahan iklim akan berfokus pada pengurangan emisi dari sumur minyak dan saluran pipa. Kedua raksasa minyak ini juga melakukan investasi dalam teknologi rendah karbon seperti hidrogen dan penangkapan karbon.

Namun, tidak mendukung transisi cepat bahan bakar fosil yang kemudian memunculkan protes bagi banyak aktivis iklim. (ADF)

SHARE