ECONOMICS

Sebelum Babak Belur dan PHK Massal, Industri Tekstil RI Sempat Moncer

Muhammad Farhan 15/06/2024 08:31 WIB

Pengusaha tekstil mengungkap kondisi industri tekstil sebelum lahirnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang disebut menjadi biang kerok dari badai PHK massal.

Sebelum Babak Belur dan PHK Massal, Industri Tekstil RI Sempat Moncer (foto mnc media)

IDXChannel - Pengusaha tekstil mengungkap kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sebelum lahirnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang disebut menjadi biang kerok dari badai PHK massal di industri tersebut saat ini.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan, sebelum dikeluarkannya Permendag Nomor 8 Tahun 2024, industri TPT sempat mengalami pertumbuhan positif, terutama dengan berjalannya pabrik-pabrik tekstil secara penuh. 

Dia menyebut, kondisi itu disebabkan oleh implementasi perintah Presiden Joko Widodo yang menghasilkan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 guna mengatur pengendalian impor pakaian jadi ke pasar Tanah Air

"Sebelumnya di 2024, pertumbuhan sempat mulai positif setelah ada Permendag 36 Tahun 2023 sebagai implementasi perintah presiden tanggal 6 Oktober 2023 terkait pengendalian impor pakaian jadi," jelas Gita saat dihubungi MPI, Sabtu (15/6/2024). 

Dampak positif dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 itu, diakui Gita, membuat industri TPT kembali bangkit setelah sebelumnya sempat mengalami kelesuan. 

"Dampaknya di kuartal I-2024, sebagian industri garmen dan IKM sempat beroperasi full," kata Gita.

Tetapi, Gita menuturkan, kondisi pertumbuhan positif industri TPT di kuartal I ini kembali menemui hambatan. Pemerintah sepakat untuk mengeluarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang aturannya memberikan relaksasi impor kepada tujuh komoditas, salah satunya pakaian jadi, sehingga memudahkan gempuran produk impor tekstil, terutama dari China mendominasi pasar lokal Indonesia. 

"Kondisi lalu berlanjut serangan impor murah dari China, baik yang legal maupun ilegal ke pasar domestik karena China overstock akibat kondisi global. Banjirnya impor ini mengakibatkan pasar domestik dipenuhi barang impor murah, sehingga produk dalam negeri tidak bisa bersaing dan mengakibatkan turunnya produksi hingga utilisasi hanya sekitar 45 persen," kata Gita. 

Untuk itu, Gita berharap, pemerintah dapat berpihak kepada pengusaha industri TPT khususnya apabila mengutamakan pembukaan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. 

"Kondisi ini akan terus berlangsung sampai ada kebijakan perbaikan pasar dari pemerintah. Sepanjang pemerintah masih pro terhadap para importir, kondisi ini akan terus terjadi," ujarnya.

(FAY)

SHARE