ECONOMICS

Seberapa Ampuh Aturan DHE 100 Persen ke Rupiah hingga Ekonomi RI? 

Dinar Fitra Maghiszha 31/01/2025 06:27 WIB

Aturan

Seberapa Ampuh Aturan DHE 100 Persen ke Rupiah hingga Ekonomi RI? (foto mnc media)

IDXChannel - Kebijakan pemerintah untuk memperbarui aturan kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri dari semula 30 persen menjadi 100 persen dalam waktu setahun mendapat perhatian dari sejumlah pengamat.

Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail Zaini menilai, selama lima tahun terakhir, Indonesia berhasil mempertahankan posisi surplus neraca perdagangan selama 56 bulan berturut-turut. 

Penerapan regulasi DHE-SDA yang baru, ujar Ahmad, dapat membuat eksportir lebih tertarik mengelola devisa mereka di Indonesia, sehingga mendukung penguatan mata uang rupiah.

“Dengan penerapan peraturan baru ini, kami memperkirakan rupiah akan semakin menguat, dengan rata-rata Rp15.100 per USD untuk sisa 2025,” kata Ahmad dalam risetnya, dikutip Senin (30/1/2025).

Likuiditas tambahan juga akan berpengaruh terhadap suku bunga obligasi pemerintah jangka panjang, dengan yield Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun diperkirakan turun menjadi 5,5 persen pada 2025.

“Ini sejalan dengan penurunan suku bunga BI Rate,” tutur Ahmad.

Dia menambahkan, percepatan likuiditas yang didorong oleh aturan baru DHE-SDA ini diproyeksi juga menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga berpotensi mendorong peningkatan kredit perbankan hingga 15 persen tahun ini.

“Yang pada akhirnya akan mengerek pertumbuhan PDB menjadi 5,3 persen pada 2025,” ujar Ahmad.

Kunci Keberhasilan DHE-SDA di RI

Kunci keberhasilan regulasi ini, diakui Ahmad, terletak pada seberapa menarik imbal hasil Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dibandingkan deposito USD di luar negeri, khususnya di Singapura. 

Saat ini, suku bunga deposito USD di Singapura berkisar 4,3 persen, sementara suku bunga kredit modal kerja mencapai 7,4 persen.

Ahmad memperkirakan, apabila SVBI menawarkan imbal hasil 5 persen, dan kredit modal kerja berada di 6,4 persen, maka biaya bersih pendanaan bagi eksportir hanya 1,4 persen, lebih rendah dibandingkan dengan 2,1 persen di Singapura.

“Faktor kunci di sini adalah seberapa tinggi BI menawarkan suku bunga dolar SVBI untuk menarik lebih banyak eksportir untuk memarkir hasil mereka di Indonesia,” katanya.

Sebagai informasi, saat ini ketentuan DHE SDA diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.

Nantinya melalui aturan yang baru, eksportir sektor sumber daya alam diwajibkan menempatkan 100 persen hasil ekspor mereka di dalam negeri selama minimal satu tahun. 

Di sisi lain, pemerintah juga bakal mengurangi pajak penghasilan atas bunga dari simpanan bank dari 20 persen menjadi 0 persen.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan melakukan harmonisasi aturan, sekaligus koordinasi dengan sejumlah regulator.

“DHE sudah selesai. PP-nya sedang disiapkan, dilakukan harmonisasi, terus kemudian akan ada koordinasi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan perbankan,” kata Airlangga di Jakarta, belum lama ini.

Kebijakan ini tidak berdiri sendiri. Pemerintah menegaskan regulasi DHE 2025 telah melalui kajian mendalam dan diadopsi dari pengalaman negara tetangga, seperti Thailand.

Menurut laporan World Trade Organization (WTO), Thailand telah menerapkan kebijakan serupa sejak 2015, dengan ambang batas minimal hasil ekspor sebesar USD50 ribu.

Hasilnya, cadangan devisa Thailand naik drastis dari USD158 miliar pada 2015 menjadi USD258 miliar pada 2020, yang berkontribusi terhadap stabilitas Baht.

(Fiki Ariyanti)

SHARE