ECONOMICS

Sejarah Kenaikan Tarif Ojol, Efek Domino hingga Pangsa Pasar Jumbo

Maulina Ulfa - Riset 07/09/2022 14:44 WIB

Indonesia sendiri merupakan salah satu pengguna ojol terbesar. Aplikasi transportasi daring ini mulai dikenal masyarakat sejak berdirinya Gojek pada 2009 lalu.

Sejarah Kenaikan Tarif Ojol, Efek Domino hingga Pangsa Pasar Jumbo. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Pemerintah, melalui Direktorat Jendral (Dirjen) Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), secara resmi mengumumkan kenaikan tarif ojek online (ojol) pada Rabu, (7/9).

Dalam keterangan pers secara daring, peraturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 564.

Sebelumnya, pengaturan tarif ojol terdapat dalam Kepmenhub Nomor KP 348 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor untuk Kepentingan Masyarakat Dengan Aplikasi yang diatur di tahun 2019.

Adapun pengaturan besaran biaya terbagi ke dalam biaya jasa batas bawah, biaya jasa batas atas, biaya jasa minimal dan ditetapkan berdasarkan sistem zonasi, di antaranya:

  1. Zona I meliputi wilayah: 1. Sumatera dan sekitarnya; 2. Jawa dan sekitarnya selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi; dan 3. Bali.
  2. Zona II meliputi wilayah: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
  3. Zona III meliputi wilayah: 1. Kalimantan dan sekitarnya; 2. Sulawesi dan sekitarnya; 3. Kepulauan Nusa Tenggara dan sekitarnya; 4. Kepulauan Maluku dan sekitarnya; dan 5. Papua dan sekitarnya.

Adapun kenaikan tarif di zona I dan III berkisar antara 6 hingga 10 persen baik untuk tarif batas bawah maupun atas dibanding 2019. (Lihat tabel di bawah ini.)

Sementara untuk zona II, terjadi kenaikan tarif sebesar 13,33 persen untuk batas bawah dan 6 persen untuk batas atas dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun biaya jasa minimal disesuaikan berdasarkan jarak 4 kilo meter (KM) pertama. Pengumuman kenaikan tarif ini berlaku tiga hari sejak diumumkan atau per Sabtu (10/9/2022).

Sebelumnya, menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, kenaikan ini mengikuti adanya pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang juga akan berdampak terhadap sektor transportasi. (Lihat tabel di bawah ini.)

Sempat Diundur

Tarif baru ojol sebelumnya dijadwalkan per 14 Agustus. Namun, penetapan tersebut diundur karena masih perlunya sosialisasi.

Kemenhub sebelumnya telah menunda kenaikan tarif ojol hingga dua kali. Sebelumnya, kenaikan tarif ini dijadwalkan pada 14 Agustus dan kemudian diundur kembali pada 29 Agustus 2022.

Menurut Menteri Budi Karya Sumadi, penundaan dilakukan karena masih diperlukan sosialisasi serta pembahasan di tingkat pemerintah, aplikator hingga pada level pengemudi ojek online.

Pangsa Pasar Jumbo, Gojek sampai Maxim ‘Bertempur’

Indonesia sendiri merupakan salah satu pengguna ojol terbesar. Aplikasi transportasi daring ini mulai dikenal masyarakat sejak berdirinya Gojek pada 2009 lalu.

Sementara itu, operator kompetitornya, yaitu Grab, mulai beroperasi sejak 2012 lalu. Pasca kesuksesan Gojek dan Grab, banyak bermunculan penyedia jasa transportasi online seperti Maxim, Bonceng, Anterin, hingga FastGo).

Dalam perkembangannya, pengguna kedua aplikasi ini juga semakin banyak. Kemunculan transportasi berbasis aplikasi ini menjadi alternatif utama bagi masyarakat yang kesulitan mengakses transportasi umum.

Menurut hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019-kuartal II/2020, dua layanan transportasi online tersebut menjadi layanan yang paling sering digunakan masyarakat. (Lihat tabel di bawah ini.)

Sementara itu, transportasi online memiliki pangsa pasar yang menjanjikan di masa depan.

Berdasarkan riset Google, Temasek dan Bain & Company yang bertajuk e-Conomy SEA 2019, pangsa pasar (gross merchandise value/GMV) ride hailing atau jasa layanan antar makanan dan transportasi online di kawasan ASEAN diproyeksikan akan mencapai US$ 40 miliar pada 2025.

Indonesia memiliki potensi pangsa pasar tertinggi dengan nilai US$ 18 miliar di tahun yang sama. (Lihat tabel di bawah ini.)

Efek Domino

Kenaikan tarif ini akan berdampak bagi pengguna ojek online, terutama di kota-kota besar yang masuk dalam Zona II.

Di samping itu, multiplier effect yang perlu diwaspadai dengan adanya kenaikan tarif ini adalah dampaknya terhadap ekonomi nasional. Saat ini, ekonomi Indonesia tengah bangkit dari pukulan pandemi Covid-19.

Dengan adanya kenaikan BBM, kenaikan tarif transportasi, hingga kenaikan bahan pokok dapat berpotensi mempengaruhi daya beli dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Melihat hal tersebut, pemerintah perlu memitigasi dampak buruk kenaikan tarif ojol bagi perekonomian nasional.

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pernyataanya. Ia juga ingin mendengarkan pendapat masyarakat tentang kenaikan tarif tersebut.

“Makanya kita butuh waktu, supaya tidak ada miss. Nanti kita menguntungkan pengendara ojek, penumpangnya marah, atau sebaliknya. Jadi kita akan ajak semua bicara,” katanya. (ADF)

SHARE