Sektor Batu Bara Asia Masih Potensial di Tengah Transisi Energi
Sektor batu bara di Asia disebut masih potensial di tengah gelombang transisi energi menuju net-zero carbon.
IDXChannel – Sektor batu bara di Asia disebut masih potensial di tengah gelombang transisi energi menuju net-zero carbon. Sektor ini dilihat sebagai bagian dari bauran energi selama beberapa dekade mendatang sambil tetap meraup keuntungan.
Berubah dari pandangan sebelumnya, kini pemain industri batu bara tidak lagi percaya energi baru terbarukan (EBT) dapat dimanfaatkan dengan cukup cepat, murah, dan dalam skala yang cukup untuk menyingkirkan bahan bakar fosil dari bauran energi Asia.
“Kenyataannya adalah permintaan batu bara akan terus meningkat,” Septian Hario Seto, Deputi Investasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan pada Konferensi Coaltrans Asia yang diadakan di Bali pada minggu ini, dikutip Reuters, Rabu (27/9).
Pandangan hampir semua pelaku pasar, mulai dari penambang, trader, utilitas, dan pejabat pemerintah, berpendapat bahwa batu bara tetap menjadi alternatif yang lebih murah dan aman.
Bagi banyak negara di Asia, terlalu mahal untuk beralih secara cepat ke EBT, mengingat besarnya investasi yang diperlukan untuk menata ulang jaringan listrik guna mengatasi pembangkit listrik tenaga angin dan surya, serta menerapkan kemampuan pembangkitan listrik untuk mendukung energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga gas, pembangkit listrik tenaga air yang dipompa, dan penyimpanan baterai.
Walaupun biaya panel surya dan turbin angin relatif murah jika dibandingkan dengan membangun pembangkit listrik tenaga batu bara, infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung energi terbarukan tidaklah murah, dan hal ini menjadi perhatian utama negara-negara Asia.
Melansir dari Reuters, Rabu (27/09), terdapat juga pandangan, permintaan energi di Asia akan meningkat pesat dalam beberapa dekade mendatang. Sehingga untuk mencapainya berarti menggunakan semua sumber daya termasuk simpanan batu bara dalam jumlah besar di negara-negara berpenduduk padat seperti China, India, dan Indonesia.
Walaupun harga saat ini terbilang tinggi menurut standar historis, tetapi harga batu bara masih jauh lebih murah dibandingkan minyak mentah dan gas, hal ini merupakan daya tarik batu bara.
Menurut data dari Global Energy Monitor, China, India, dan Indonesia saat ini sedang membangun 89% pembangkit listrik tenaga batu bara. Meskipun ketiga negara ini juga mengembangkan energi terbarukan, fakta bahwa mereka meningkatkan penggunaan batu bara menunjukkan betapa berbedanya pandangan mereka terhadap transisi energi.
Bagi pasar batu bara di Asia, apa yang mereka lihat saat ini adalah sebuah jalan untuk tetap bertahan dalam pasar batubara. Mereka memperkirakan permintaan batu bara termal yang diangkut melalui laut akan tetap kuat, tidak hanya dari China dan India, melainkan juga dari negara-negara lain yang berencana menyimpan batu bara untuk beberapa dekade mendatang, seperti Vietnam dan Bangladesh. (ADF)