Setahun Pemerintahan Prabowo, Ekonom Nilai Stimulus Ekonomi Belum Berdampak Signifikan
Ekonom memberi catatan terhadap satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto. Salah satunya terkait kebijakan stimulus ekonomi.
IDXChannel - Memasuki satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, sejumlah catatan muncul dari kalangan ekonom terkait kondisi perekonomian nasional. Salah satunya terkait kebijakan stimulus ekonomi.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai pemberian program stimulus ekonomi oleh Pemerintahan Prabowo belum memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan daya beli masyarakat. Menurutnya, sejumlah bantuan stimulus yang digelontorkan pemerintah cenderung tidak terarah.
"Seperti diskon transportasi hingga jalan tol, bahkan program MBG tidak berdampak signifikan. Perekonomian tidak terdorong karena program stimulus tersebut. Triliunan uang yang dialokasikan menjadi percuma," ujarnya dikutip Minggu (11/10/2025).
Selain itu, Huda memberi catatan untuk program perluasan cakupan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) kepada sektor Hotel, Restauran dan Café (horeca) dari sebelumnya hanya diberikan kepada pekerja di sektor padat karya, seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur.
Dirinya menilai pemberian insentif pajak PPh 21 DTP kepada sektor horeca merupakan kebijakan setengah-setengah yang dampaknya terhadap perekonomian nasional pun dinilainya sangatlah kecil.
"Saya rasa, pemerintah sangat tanggung sekali memberikan insentif terkait dengan pajak PPh 21 DTP untuk sektor perhotelan, restaurant, dan cafe. Bahkan, insentif perpajakan PPh 21 DTP di sektor tersebut relatif kecil karena ya gaji pekerja di sektor tersebut juga rendah," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata gaji pekerja di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum hanya sekitar Rp2,5 juta per bulan. Sedangkan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) secara bulanan sudah di angka Rp4,5 juta per bulan.
"Jadi saya rasa dampaknya akan cukup minim ke perekonomian nasional," tegasnya.
Sebagai solusi, Huda menyarankan pemerintah untuk menaikkan batas PTKP secara menyeluruh agar daya beli masyarakat meningkat, khususnya di kalangan kelas menengah. Ia menilai kenaikan PTKP dari Rp4.5 juta per bulan menjadi Rp7-8 juta per bulan akan jauh lebih efektif.
"Gunanya adalah untuk kelompok kelas menengah mampu berbelanja lebih banyak. Untuk UMR jakarta saja di angka Rp5 jutaan, maka seharusnya memang masuk ke golongan tidak kena pajak," tandasnya.
Meski demikian, Huda menyambut baik insentif lain seperti pemberian jaminan terhadap para pekerja lepas atau freelance, termasuk para ojek online atau ojol. Ia berpendapat, skema pemberian bantuan tersebut dapat mendorong pekerja lepas untuk bisa mengakses program pemerintah.
"Kita selalu menyuarakan bahwa harus ada perlindungan bagi semua pekerja, termasuk pekerja lepas. Skema pemberian bantuan iuran ini memang sudah lama kita suarakan. Alasannya bukan hanya soal insentif, tapi lebih kepada pemberian jaminan sosial bagi pekerja secara keseluruhan," ujar Huda.
"Skema pemberian bantuan ini bisa mendorong pekerja lepas untuk bisa mengakses program pemerintah. Jadi saya harap program ini bukan program jangka pendek," sambungnya.
(Febrina Ratna Iskana)