ECONOMICS

Soal Skema Power Wheeling, Begini Komentar Pakar Energi

taufan sukma 04/04/2024 13:46 WIB

sebelum menerapkan power wheeling, ada baiknya pemerintah dan DPR membahas regulasi yang memudahkan untuk investasi.

Soal Skema Power Wheeling, Begini Komentar Pakar Energi (foto: MNC media)

IDXChannel - Pakar energi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Tumiran, menilai belum ada urgensi bagi Indonesia untuk menerapkan skema Power Wheeling, sebagaimana diatur dalam RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET).

Alih-alih bermanfaat, Tumiran juga meyakini adanya risiko besar yang harus ditanggung oleh negara dari penerapan konsep tersebut dalam ekosistem kelistrikan nasional.

"Power wheeling belum mendesak untuk dibahas. Dan Indonesia memang belum butuh skema power wheeling, karena permintaan atau demand listrik masih tergolong rendah. Sementara kebutuhan listrik yang disediakan negara masih melimpah," ujar Tumiran, Rabu (3/4/2024).

Menurut mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) periode 2009 hingga 2019 tersebut, sebelum menerapkan power wheeling, ada baiknya pemerintah dan DPR membahas regulasi yang memudahkan untuk investasi.

"Dengan meningkatnya investasi, demand listrik meningkat," tutur Tumiran.

Saat ini, dikatakan Tumiran, bahwa kebutuhan pasokan listrik masih mampu dipenuhi oleh negara.

"Nah, untuk apa mewadahi swasta atau pihak-pihak lain untuk menggunakan transmisi listrik milik negara. Secara gamblang, Indonesia belum perlu skema power wheeling," ungkap Tumiran.

Selain dari kaca mata investasi, Tumiran juga menjelaskan bahwa power wheeling bukan hanya soal penggunaan transmisi bersama.

"Ini juga terkait dengan daya, frekuensi, serta tegangan yang dihasilkan. Jangan sampai penerapan power wheeling justru menggangu keandalan listrik negara yang saat ini sudah baik," papar Tumiran.
 
Menurutnya, power wheeling juga merupakan merupakan model transaksi listrik yang biasa dikenal dalam struktur liberalisasi pasar ketenagalistrikan dengan menciptakan skema Multi Buyer Multi Seller (MBMS).

"Banyak pembeli banyak penjual. Ini liberal sekali," tukas Tumiran.
 
Dengan adanya liberalisasi pada sistem ketenagalistrikan, kata Tumiran, risiko lainnya adalah kenaikan tarif listrik.

"Negara akan sulit menentukan tarif listrik, karena produsen listrik bukan hanya dari negara. Kan power wheeling mengakomodasi produsen listrik swasta yang akan menggunakan transmisi listrik milik negara,” jelas Tumiran.
 
Tumiran beranggapan, pemerintah dan DPR lebih baik berkonsentrasi pada regulasi lain yang mampu membuat investasi makin menggeliat.
 
"Bukan malah fokus pada power wheeling yang membuka kesempatan asing dan swasta masuk dalam sistem ketenagalistrikan yang secara UUD harus dikuasai oleh negara. Risiko kerugian negara pun lebih besar,” tegas Tumiran. (TSA)

SHARE