IDXChannel - Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai konsep power wheeling merupakan bentuk liberalisasi ketenagalistrikan yang berisiko merugikan rakyat sekaligus negara.
"Liberalisasi ketenagalistrikan berupa power wheeling itu melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara," ujar Fahmy, Senin (1/4/2024).
Menurut Fahmy, konsep power wheeling merupakan pola unbundling yang diatur dalam UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan. Lagi pula pola unbundling tersebut bahkan sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Melalui keputusan Nomor 111/PUU-XIII/2015, MK memutuskan bahwa unbundling dalam kelistrikan tidak sesuai dengan UUD 1945. Lalu UU itu direvisi dengan menghilangkan pasal unbundling
"Selain bertentangan dengan UUD dan keputusan MK, Kementerian Keuangan juga pernah menolak tegas karena membebani fiskal negara. Dalam hal ini subsidi energi pasti membengkak," tutur Fahmy.
Jika negara tidak mau menambah subsidi energi, Fahmi memastikan bahwa rakyat yang akan menanggung beban risiko kenaikan tarif listrik yang saat ini masih dikendalikan oleh negara. “Implementasi power wheeling itu juga berisiko menyengsarakan rakyat.”
Pasalnya, dengan skema power wheeling, tarif listrik bakal ditetapkan pada mekanisme pasar.
"Dengan power wheeling, penetapan tarif listrik ditentukan oleh demand and supply, pada saat demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan," ungkap Fahmy.
Fahmi beranggapan, klausul power wheeling merupakan dorongan dari pihak-pihak swasta yang berkepentingan dengan dalih transisi energi.
"Pemerintah dan DPR harusnya lebih jauh melihat risiko besar pada implementasi power wheeling," papar Fahmy.
Untuk itu, Fahmi mengajak kepada masyarakat untuk terus memantau perkembangan pembahasan power wheeling yang saat ini dibalut dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan.
"Kabarnya akan dibahas lagi dalam waktu dekat oleh DPR dan pemerintah," tandas Fahmy.