Sri Mulyani Akui Sengaja Naikkan Cukai Biar Harga Rokok Makin Mahal
Menkeu, Sri Mulyani Indrawati mengakui kenaikan cukai rokok didesain untuk menciptakan harga per bungkus yang indeks kemahalannya sedikit meningkat.
IDXChannel - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, reformasi kebijakan cukai hasil tembakau (HT) atau cukai rokok menghasilkan perubahan signifikan dalam beberapa aspek kebijakan tersebut.
Pertama, sistem cukai dari 2009 hingga saat ini lebih spesifik dibandingkan periode 1995-2007 yang bersifat ad valorem dan 2007-2008 yang hibrid.
"Struktur cukai juga menjadi lebih sederhana, dari yang semula struktur tarifnya 19 layer di 2009 menjadi 8 layer di 2022," ucap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (12/12/2022).
Selain itu, dia menyebut, tarif cukai HT dinaikkan secara reguler setiap tahunnya dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan. Adapun tarif cukai naik 23% di 2020, yang kemudian dikembalikan ke 12,5% di 2021, dan 12% di 2022.
"Di 2022, alokasi DBH CHT sebesar 2% penerimaan cukai HT, serta ditujukan untuk kesehatan sebesar 40%, 50% untuk kesejahteraan rakyat, dan 10% untuk penegakan hukum. Tujuannya sebenarnya untuk memproteksi petani dan tenaga kerja juga," ungkap Sri Mulyani.
Alokasi DBH CHT untuk 2023 pun naik angkanya menjadi 3% atau sebesar Rp6,5 triliun. Dalam hal penegakan hukum ini, pihaknya berhasil menurunkan rokok ilegal dari 12,1% di 2016 menjadi 5,5% di 2022.
"Ini merupakan suatu prestasi dari teman-teman Bea Cukai yang tentu perlu untuk dijaga karena memang prevalensi dari rokok ilegal tanpa cukai atau cukai yang salah itu juga meningkat," papar Sri Mulyani.
"Kami mengombinasikan antara cukai dengan harga untuk membuat kebijakan di dalam rangka untuk menciptakan suatu tingkat harga yang juga bisa menimbulkan pengurangan konsumsi dan enforcement untuk menangani yang ilegal," dia menambahkan.
Jika dilihat dari kenaikan cukai HT selama ini, Sri Mulyani mengaku, ini didesain untuk menciptakan harga per bungkus yang indeks kemahalannya bisa dipertahankan atau bahkan sedikit meningkat.
"Ini tujuannya agar affordability atau kemampuan membeli rokoknya memang menurun, sehingga konsumsinya turut menurun," tandasnya.
(FAY)