Sri Mulyani Tetapkan Formula Penghitungan DBH Sawit, Ini Rinciannya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dalam APBN Tahun Anggaran (TA) 2023 direncanakan sebesar Rp136,3 triliun.
IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dalam APBN Tahun Anggaran (TA) 2023 direncanakan sebesar Rp136,3 triliun. Dalam Raker Banggar DPR RI tentang pembahasan APBN TA 2023, arah kebijakan DBH TA 2023 salah satunya adalah tentang DBH sawit.
"Dalam APBN 2023, alokasi DBH tersebut termasuk di dalamnya adalah DBH sawit sebesar Rp3,4 triliun, sesuai kesepakatan raker Banggar DPR RI dengan pemerintah," ungkap Sri dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Penambahan jenis DBH lainnya, yaitu DBH perkebunan sawit, antara lain untuk dukungan infrastruktur termasuk jalan dan industri sawit di daerah. Ini semuanya sudah tercantum dalam UU nomor 28 tahun 2022 mengenai APBN 2023 dan Perpres 130 tahun 2022 tentang Rincian APBN TA 2023.
Dia pun kemudian menyampaikan ringkasan detail kebijakan DBH sawit sebesar Rp3,4 triliun di 2023. Sumber dana untuk DBH ini berasal dari pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) sawit.
"Besaran porsi DBH sawit minimal 4%, dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara," ucap Sri.
Formula pembagian kepada daerah-daerah yang akan mendapatkan DBH sawit, 1 provinsi akan mendapatkan 20% dari DBH yang minimal 4% tadi. Sementara itu, kabupaten/kota penghasil memperoleh 60%, dan kabupaten dan kota berbatasan sebesar 20%.
"Dengan demikian, apabila DBH tadi minimal 4% dari sumber dananya, maka proporsi dari penerimaan provinsi yang akan menerima DBH adalah 20% dikalikan 4%, atau 0,8% dari sumber dana untuk DBH tersebut, yaitu PE dan BK," jelas Sri.
Begitu pula dengan proporsi kabupaten/kota penghasil, yaitu 60% dikalikan 4% menjadi 2,4% dan proporsi kabupaten/kota berbatasan 20% dikalikan 4% menjadi 0,8%.
Karena jumlah dan harga dari PE dan BK sangat tergantung pada harga dan tarif, maka pihaknya juga mengusulkan diterapkannya batas minimum alokasi per daerah untuk TA 2023 yaitu setiap daerah paling tidak mendapatkan Rp1 miliar per daerah.
"Karena kita lihat di tahun 2022, beberapa bulan PE dan BK itu 0, sehingga penerimaannya 0, sehingga yang menjadi sumber dana untuk dibagihasilkan juga 0. Maka, nanti jumlahnya menjadi terlalu kecil, jadi kami memutuskan ada batas minimum alokasi per daerah minimal mereka mendapatkan Rp1 miliar," ungkap Sri.
Untuk perhitungan alokasi per daerah, akan dibagi menjadi dua. Pertama, berdasarkan formula, tergantung dari luas lahan dan tingkat produktivitas lahan. Kemudian kedua, berdasarkan kinerja, yaitu perubahan tingkat kemiskinan dan Rencana Aksi Daerah (RAD) Kelapa Sawit Berkelanjutan.
"Berdasarkan data yang dimiliki saat ini, jumlah daerah yang akan menerima DBH sawit adalah 350 daerah, terdiri dari daerah penghasil, daerah berbatasan dengan daerah penghasil, dan provinsi, juga termasuk 4 DOB di Papua,"tambah Sri.
Penyaluran DBH sawit akan dilakukan sebanyak dua tahap dalam satu tahun. Pertama pada bulan Mei sebesar 50% dan Oktober sebesar 50%. "Syarat penyalurannya adalah rencana kegiatan dan laporan realisasi," tutup Sri.
(SLF)