ECONOMICS

Stop Ekspor Timah, Bahlil Tak Ambil Pusing Jika RI Digugat ke WTO

Iqbal Dwi Purnama 04/10/2022 14:51 WIB

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia tak gentar bila kebijakan Indonesia setop ekspor timah digugat negara lain ke WTO.

Stop Ekspor Timah, Bahlil Tak Ambil Pusing Jika RI Digugat ke WTO (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Menteri Invetasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah mulai melakukan pelarangan ekspor bauksit, timah, hingga tembaga pada tahun ini. 

Menurutnya, hal tersebut untuk menciptakan hilirisasi pada sumber daya mineral tersebut untuk menciptakan nilai tambah. Sehingga diharapkan bisa sama dengan yang terjadi pada nikel, ketika ada perusahaan luar negeri membangun pabriknya di Indonesia.

Namun kebijakan larangan ekspor tersebut, diakui Bahlil membuat Indonesia dibawa ke WTO (World Trade Organization) atau Organisasi Perdagangan Dunia lantaran banyak negara yang merasa dirugikan.

"Kita juga memberlakukan hal yang sama (larangan ekspor timah) seperti nikel. Biarkan saja orang membawa kita ke WTO, tidak usah pusing," ujar Bahlil dalam Orasi Ilmiah: Transformasi Ekonomi dengan Hilirisasi di Kampus ITS Surabaya, Selasa (4/10/2022).

Sebab Bahlil menjelaskan, Indonesia mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia setelah China. "Indonesia menjadi penghasil timah terbesar kedua setelah China, tetapi China melakukan hilirasi 60-70%, di Indonesia tidak lebih 5%," kata Bahlil.

Sehingga saat ini fokus pemerintah, katanya, adalah membangun hilirisasi timah, dengan melakukan pelarangan ekspor terlebih dahulu agar negara lain bisa masuk ke Indonesia.

"Kita penghasil timah, tetapi negara lain yang menentukan harga timah. Saya sampai bingung, ini kita yang pintar atau pintar-pintar bodoh atau kita yang ditipu-tipu," kata Bahlil.

Bahlil menceritakan, adanya larangan ekspor nikel yang dilakukan sebelumnya membuat Indonesia di gugat WTO, namun hal tersebut berhasil membangun hilirisasi dengan masuknya investor yang menggarap nikel di Indonesia.

Mulai dari perusahaan asal Korea Selatan LG, dan CATL perusahaan asal China yang akan membangun ekosistem nikel mulai dari mining (penambangan), pembangunan smelter, prekusor, katoda, baterai sel hingga mobil listrik.

Hal tersebut memberikan nilai tambah untuk pendapatan nikel, jika sebelum dilakukan hilirasi atau hanya melakukan ekspor nikel negara hanya mendapatkan USD3,4 miliar pada tahun 2018, maka di tahun 2021 angkanya naik menjadi USD20,5 miliar.

"Tahun 2022, saya target bisa mencapai USD30 miliar supaya naik menjadi 10 kali lipat," pungkas Bahlil.

(FAY)

SHARE