ECONOMICS

Survei Deloitte: CEO ASEAN Pede dengan Prospek Perusahaan, Pesimistis Lihat Ekonomi Global

Febrina Ratna Iskana 02/12/2025 13:17 WIB

Survei ini mengumpulkan pendapat dari 1.252 pemimpin bisnis senior (CEO dan C-Level) di 18 negara, termasuk lebih dari 270 pemimpin bisnis di Asia Tenggara.

Survei Deloitte: CEO ASEAN Pede dengan Prospek Perusahaan, Pesimistis Lihat Ekonomi Global. (Foto: iNews Media Group)

IDXChannel - Deloitte baru saja meluncurkan laporan perdana Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) CEO Survey “Bridging the Certainty Gap” yang memetakan sentimen para eksekutif di kawasan dan menyoroti prospek perusahaan serta perekonomian global.

Laporan ini juga menggali pandangan mereka mengenai risiko dan peluang, strategi permodalan, keberlanjutan, dinamika geopolitik, serta dampak teknologi baru dan kecerdasan buatan (AI) terhadap arah bisnis ke depan.

Survei ini mengumpulkan pendapat dari 1.252 pemimpin bisnis senior (CEO dan C-Level) di 18 negara, termasuk lebih dari 270 pemimpin bisnis di Asia Tenggara (ASEAN), dari belasan industri, termasuk perusahaan multinasional, regional, dan swasta yang tumbuh pesat.

Khusus di kawasan ASEAN, para pemimpin bisnis menavigasi masa depan dengan optimisme yang terukur: mereka melihat peluang di kawasan APEC, namun lebih berhati-hati terhadap kondisi ekonomi global.

Mayoritas responden (sebesar 75 persen) percaya pada prospek perusahaan sendiri, dan sebesar 66 persen optimistis terhadap ekonomi APEC. Namun, pandangan itu melemah ketika berbicara tentang ekonomi global, dengan hanya 46 persen yang menyatakan sentimen positif.

“Para pemimpin bisnis di Asia Tenggara percaya diri terhadap kinerja perusahaan mereka dan melihat peluang nyata di kawasan APEC, namun tetap berhati-hati terhadap prospek ekonomi global. Kami melihat ini sebagai sebuah certainty gap yang perlu dijembatani dengan visi strategis untuk mengubah disrupsi menjadi peluang,” ujar CEO Deloitte Southeast Asia, Eugene Ho.

Eugene mengatakan, survei Deloitte menunjukkan bahwa para pemimpin bisnis di Asia Tenggara mengelola risiko dengan mendiversifikasi rantai pasok dan menunda investasi besar di tengah ketidakpastian geopolitik. Mereka mengandalkan teknologi sebagai pendorong utama pertumbuhan saat ini, sambil memprioritaskan inovasi dan keberlanjutan untuk jangka panjang.

Di luar kekhawatiran jangka pendek, para pemimpin juga mengintegrasikan AI untuk memperkuat ketahanan operasional serta mempersiapkan pelaporan dan pembiayaan berkelanjutan yang bersifat wajib.

“Agilitas yang bertujuan seperti ini menyiapkan perusahaan untuk pertumbuhan berkelanjutan, yang didukung oleh kerja sama dalam blok APEC," tambahnya.

Arah pertumbuhan bisnis

Para pemimpin bisnis di ASEAN terus memprioritaskan pertumbuhan, namun strategi mereka mulai bergeser. Fokus pada efisiensi operasional kini berganti dengan ekspansi berbasis inovasi dan pencarian peluang di wilayah baru (cross-border). Lingkungan dinamis dan cepat berubah yang tercermin dalam survei ini menciptakan tuntutan baru bagi organisasi dan para pemimpinnya.

Meskipun para responden di ASEAN saat ini menempatkan penerapan teknologi sebagai pendorong pertumbuhan utama (45 persen), fokus tersebut diperkirakan akan bergeser. Dalam tiga tahun ke depan, 47 persen pemimpin perusahaan akan memprioritaskan pengembangan produk baru dan inovasi — naik signifikan dari 28 persen saat ini.

Ekspansi geografis juga menunjukkan tren menguat, dengan para eksekutif memperkirakan porsi pendapatan dari ekonomi APEC akan meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 17% saat ini menjadi 35% dalam tiga tahun ke depan.

Membangun ketahanan operasional dan rantai pasok

Bagi para pemimpin bisnis di Asia Tenggara, rantai pasokan kini dipandang sebagai aset strategis yaitu adaptif, agile, dan mampu memberikan kontribusi nyata pada strategi kompetitif perusahaan.

Dalam 12 bulan ke depan, setengah pemimpin bisnis di Asia Tenggara (50 persen) berencana memperluas atau mendiversifikasi rantai pasok mereka, mulai dari membangun hub regional, menambah pemasok alternatif, hingga meningkatkan pemantauan kinerja pemasok dan alur logistik secara digital untuk memperkuat ketahanan bisnis mereka. Hanya 12 persen responden yang memperkirakan tidak akan ada dampak terhadap rantai pasokan mereka.

Momentum bagi isu keberlanjutan

Isu keberlanjutan menjadi semakin penting di kalangan pemimpin bisnis. Saat ini, hanya 21 persen pemimpin di Asia Tenggara yang memperkirakan keberlanjutan akan mendisrupsi strategi bisnis mereka dalam 12 bulan ke depan.

Lebih lanjut lagi, dalam rentang waktu yang lebih panjang, yaitu tiga tahun ke depan, 40 persen responden percaya isu keberlanjutan akan mendisrupsi strategi bisnis mereka.

Selain itu, 69 persen responden menilai keberlanjutan sebagai elemen penting dalam strategi permodalan, seiring meningkatnya perhatian terhadap pembiayaan berkelanjutan di Kawasan APEC.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE