Tanpa Transisi Energi, DPR Proyeksi Subsidi Energi Bakal Membengkak dan Ekonomi RI Kolaps
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menyatakan ekonomi Indonesia terancam kolaps. Sebab, subsidi energi semakin membengkak.
IDXChannel - Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menyatakan ekonomi Indonesia terancam kolaps. Sebab, subsidi energi semakin membengkak imbas kenaikan harga minyak dunia dan perkasanya dolar Amerika Serikat (AS).
Di sisi lain, upaya transisi energi ke energi hijau yang disusun pemerintah masih jalan di tempat.
"Diperkirakan kita akan kolaps, mohon maaf, kalau sampai crude oil (minyak mentah) mendekati USD95. Apalagi kalau dolar AS lantas tembus, katakanlah Rp17 ribu, yang membuat angka subsidi meledak sebagaimana 2022 lalu," ujar Sugeng dalam diskusi daring 'Proyeksi Ekonomi Indonesia Pasca Pemilu 2024' yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (30/5/2024).
Adapun, Indonesia Crude Oil Price (IPC) yang merupakan harga jual minyak mentah di Indonesia secara rata-rata pada Januari sampai dengan Mei 2024 berada di kisaran USD81,52 per barel. Sementara berdasarkan APBN 2024, ICP tahun ini ditargetkan sebesar USD82 per barel.
Pemerintah sempat khawatir pada April 2024 angka ICP secara rata-rata mencapai USD87,61 per barel, mengalami kenaikan USD3,83 per barel dari ICP Maret sebesar USD83,78 per barel. Lonjakan ini terjadi akibat ketegangan di Timur Tengah yang memicu kekhawatiran pasar akan gangguan suplai minyak.
Sementara itu, nilai tukar rupiah saat ini sudah menembus Rp16.200 per dolar AS. Angka ini di atas asumsi makro sejumlah ekonom sebesar Rp15.500 per dolar AS, bahkan jauh di atas asumsi makro APBN 2024 yang dipatok sebesar Rp15.000 per dolar AS.
"Angka ICP memang sudah terlewati, dari USD82 (per barel) yang kita tetapkan, angka rata-rata sampai hari ini di kisaran USD87 (per barel). Jadi sudah ada selisih USD5 dengan selisih kurs yang kurang lebih Rp700, jadi double hit istilahnya," tegasnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/6/2024).
"Jika harus menaikkan harga BBM, maka konsekuensinya adalah terjadinya kenaikan inflasi. Selanjutnya berkonsekuensi dengan kemiskinan yang akan naik," lanjutnya.
Meskipun demikian, subsidi energi yang membengkak imbas merangkak naiknya harga minyak mentah dunia dan ambruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, tak serta merta bisa membuat pemerintah langsung mengambil jalan pintas dengan kebijakan tidak populis, seperti menaikkan harga BBM.
Jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio mencapai sebesar 0,388. Angka ini meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,384.
"Jika harus menaikkan harga BBM, maka konsekuensinya adalah terjadinya kenaikan inflasi. Selanjutnya berkonsekuensi dengan kemiskinan yang akan naik. Tingkat gini ratio yang masih agak jomplang, ini mengerikan, karena kenaikan BBM ini biasanya akan berimbas pada terjadinya kerusuhan dan lain-lain," ungkap Sugeng.
Sugeng pun menyarankan agar pemerintahan selanjutnya yang sudah terpilih dari kontestasi Pemilu 2024, mau dan menegaskan komitmen terhadap kebijakan transisi energi dan memperluas bauran energi baru terbarukan (EBT).
"Tampaknya ini (transisi energi) menjadi sebuah keharusan, kita harus masuk ke EBT. Karena fosil di minyak sudah defisit, kita sudah net importir sekarang," pungkasnya.
(FRI)