Tarif PPN Bakal Naik, Pengamat Ingatkan Kebocoran Penerimaan Negara
Inflasi tercipta karena PPN akan mempengaruhi harga akhir di tangan konsumen
IDXChannel - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana untuk menaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% hingga 15%. Keputusan ini butuh persetujuan dewan perwakilan rakyat (DPR).
Menurut, ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan kenaikan tarif PPN bakal memicu harga barang-barang ditengah pemulihan ekonomi akan memukul daya beli masyarakat khususnya kalangan menengah dan bawah.
"Inflasi tercipta karena PPN akan mempengaruhi harga akhir di tangan konsumen," kata Bhima saat dihubungi MNC Port di Jakarta, Jumat (21/5/2021).
Bagi sektor ritel bisa sebabkan merosotnya omset dan berpengaruh pada tutupnya bisnis yang tidak mampu bersaing ditengah penyesuaian PPN. Padahal sektor ritel juga berkaitan dengan sektor lain seperti logistik, pertanian, hingga industri manufaktur.
"Serapan tenaga kerja juga diperkirakan terpengaruh oleh kebijakan penyesuaian PPN," bebernya. Di negara lain seperti Jerman, Inggris dan Irlandia selama pandemi kebijakan penurunan tarif PPN atau VAT dianggap efektif mempercepat pemulihan daya beli dan konsumsi rumah tangga.
Pemerintah harusnya mengkaji secara dalam ketimbang insentif penurunan PPH badan dan PPNBM mobil, lebih efektif justru menurunkan tarif PPN bukan malah menaikkannya. Dikhawatirkan ada dampak terhadap penurunan kepatuhan pajak.
"Seperti terjadi pada kasus kenaikan cukai rokok yang berkorelasi dengan naiknya peredaran rokok ilegal. Kalau pajak barang dinaikkan, sementara pengawasan lemah justru ada kebocoran penerimaan negara," katanya.
Konsumen akan cari alternatif yang murah
Tidak setuju dinaikkan tarif PPN, masih banyak opsi lain untuk naikan penerimaan negara salah satunya lewat evaluasi belanja pajak khususnya yang diberikan ke korporasi, hingga pemajakan lebih besar terhadap harta kekayaan kelompok 20% pengeluaran paling atas. "Penyesuaian tarif PPN terlalu berisiko bagi seluruh sektor ekonomi," tandasnya.
(SANDY)