Tekan Inflasi, Fed Serukan Bank Sentral Dunia Kompak Naikkan Suku Bunga
Bahkan, The Fed berencana untuk terus menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi dan setelah itu akan menahannya.
IDXChannel – Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) mengajak seluruh bank sentral dunia kompak dalam menekan laju inflasi. Bahkan, The Fed berencana untuk terus menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi dan setelah itu akan menahannya.
Dilansir dari laman Yahoo Finance, Minggu, (2/10/22), berikut beberapa komentar dari pejabat bank sentral dunia:
Gubernur Fed Lael Brainard membutuhkan waktu untuk menurunkan inflasi lantaran kenaikan suku bunga tak langsung berefek ke ekonomi.
Sementara itu, Presiden Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan, ekspektasi suku bunga dapat mencapai puncaknya sekitar 4,5-5 persen dibandingkan dengan ekspektasi median resmi Fed sebesar 4,6 persen.
Presiden Fed Chicago Charles Evans mengatakan, Fed perlu menaikkan suku bunga setidaknya satu persen tahun ini. Hal ini merupakan sikap yang lebih agresif daripada yang dinyatakan sebelumnya.
Evans menyebut, dia tidak mengharapkan angka pengangguran meski saat ini sudah meningkat ke level 4,4 persen.
Presiden Fed Boston Susan Collins mengaku ingin mengembalikan inflasi ke target yang ditetapkan dengan melakukan pengetatan kebijakan moneter. Bahkan, ia berkomitmen untuk menurunkan inflasi hingga 2 persen jika ekonomi kian melambat.
"Penting untuk melihat tanda-tanda yang jelas dan meyakinkan bahwa inflasi turun, dan saya akan terus menilai kisaran data yang masuk," imbuh dia.
Presiden Fed St Louis James Bullard tengah memperhatikan perkembangan pasar global serta fundamental ekonomi AS. Karena itu, ia meminta bank sentral lainnya bereaksi yang sama dengan kebijakan tersebut.
"Kami bertekad untuk mencapai tingkat kebijakan yang tepat untuk menekan inflasi. Jadi bank sentral lain harus bereaksi terhadap niat kami,” katanya.
Bullard mengatakan bahwa dia tidak melihat situasi pasar obligasi Inggris memengaruhi inflasi AS atau perkembangan pertumbuhan. Tetapi hal ini memengaruhi harga obligasi Inggris dan keuangan dalam volatilitas pasar obligasi global.
(DES/ Bayu Rama)