ECONOMICS

Terkait Polemik Harga Mi Instan, Kementan: Pemerintah Wajib Mengingatkan

Nia Deviyana 12/08/2022 10:30 WIB

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memproyeksi harga mi instan bakal naik hingga tiga kali lipat imbas perang Rusia-Ukraina.

Harga mi instan disebut berpotensi naik hingga tiga kali lipat. Foto: MNC Media

IDXChannel - Kementerian Pertanian (Kementan) kembali merespons polemik potensi naiknya harga mi instan.  Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memproyeksi harga mi instan bakal naik hingga tiga kali lipat imbas perang Rusia-Ukraina. Namun, hal tersebut ditepis pelaku industri makanan.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri mengatakan pemerintah hanya berusaha mengingatkan masyarakat dan pelaku industri pangan agar waspada terhadap potensi krisis pangan global. 

"Kementan merespon positif pernyataan salah satu pelaku industri pangan olahan berbasis gandum yang menyebutkan kenaikan harga produk pangan olahan tidak akan signifikan. Pemerintah termasuk Kementan mengharapkan semua pelaku industri pangan terus berkomitmen untuk menjaga harga produk mereka," ujar Kuntoro melalui keterangan tertulis, Jumat (12/8/2022).

Pemerintah, kata Kuntoro, tetap akan terus mengedepankan kewaspadaan dan mengupayakan langkah preventif sehingga ketersediaan pangan nasional tetap terjaga. Potensi bahan baku makanan yang bisa naik berkali-kali lipat tentunya perlu diwaspadai, karena dampaknya yang akan sangat merugikan masyarakat. 

Berangkat dari kewaspadaan tersebut, lanjut Kuntoro, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengingatkan masyarakat dan juga pelaku industri pangan terhadap potensi krisis pangan. 

Salah satu upaya yang dilakukan adalah mensubtitusi kebutuhan bahan pangan impor dengan bahan lokal. Untuk kebutuhan industri pangan olahan berbasis gandum, pemerintah mulai menggalakkan penanaman sorgum yang dapat menggantikan gandum. Kementan juga memperkuat dan menyediakan pangan lokal alternatif, seperti singkong dan umbi-umbian.

“Gandum dapat disubstitusi sorgum yang sangat cocok dikembangkan di sini. Pangan lokal dapat menyelamatkan kita dari krisis pangan. Sorgum salah satunya,” kata Kuntoro.

Selanjutnya, Kuntoro mengakui kondisi Indonesia memang masih terbilang aman. Ketersediaan komoditas pangan strategis masih terjamin dan harga relatif stabil. 

Namun, bagi banyak negara, saat ini krisis pangan sudah di depan mata. Menurut laporan Global Crisis Response Group Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara menghadapi setidaknya satu dimensi krisis pangan, energi, dan sistem finansial. Potensi terjadinya krisis pangan global karena adanya gangguan rantai pasok yang membuat harga berbagai komoditas melonjak. 

Kuntoro melanjutkan, Perang Ukraina-Rusia, perubahan iklim, dan pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya usai, menyebabkan adanya tren di kalangan negara-negara sentra produksi pangan mulai melakukan restriksi ekspor ke negara-negara lain. 

Sepanjang Juni 2022, International Food Policy Research Institute (IFPRI) menyebut ada berbagai kebijakan restriksi ekspor di beberapa negara, baik berupa pelarangan, izin, dan atau pajak ekspor. 

Salah satu komoditas dibatasi adalah gandum. Sejumlah negara penghasil gandum, seperti Rusia, India, Serbia, Mesir, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Kosovo, mengeluarkan kebijakan retriksi. Langkah ini diambil untuk tetap menjaga stabilitas pangan di negara mereka masing-masing. 

“Perang Rusia - Ukraina juga sangat memengaruhi pasokan gandum untuk kebutuhan global. Menurut laporan FAO, sekitar 50 negara menggantungkan sekitar 30% impor gandumnya dari Rusia dan Ukraina,” kata Kuntoro.

Kondisi ini turut mendapat perhatian besar dari pemerintah. Meski gandum bukan komoditas pangan utama, tapi kebutuhan gandum di Indonesia sangat tinggi. Padahal gandum bukan produk asli Indonesia dan sulit untuk dibudidayakan. Sehingga kebutuhan gandum masih dipasok oleh impor. 

Sebelumnya, Komisaris Utama emiten produsen mi instan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), Franciscus Welirang, buka suara terkait ramainya isu potensi kenaikan harga mi instan hingga tiga kali lipat.

Pria yang akrab disapa Franky tersebut menjelaskan, hal tersebut berlebihan. “Saya kira statement [pernyataan] tiga kali lipat itu berlebihan,” katanya melalui panggilan telepon kepada IDXChannel, Rabu (10/8/2022).

Franky berpendapat, kenaikan harga gandum saat ini masih jauh dari 300 persen atau tiga kali lipat. “Harga gandum saja naik 100 persen tidak sampai,” imbuh Franky.

Franky pun membeberkan, Indofood CBP sendiri tidak menggunakan gandum Ukraina. Sebagaimana diketahui, Ukraina yang berperang melawan Rusia merupakan salah satu pengekspor utama gandum dunia.

“Tidak pakai gandum Ukraina. Kita pakai [gandum] Kanada dan Australia,” katanya.

SHARE