ECONOMICS

Terkait Wacana Penanaman Sorgum, Pengamat: Sudah Sejak 30 Tahun Lalu

Iqbal Dwi Purnama 10/08/2022 21:00 WIB

Pemerintah kini tengah menggencarkan penanaman komoditas sebagai pengganti gandum yang saat ini rantai pasokan terhambat akibat adanya konflik Rusia - Ukraina.

Gandum (Ilustrasi)

IDXChannel - Pemerintah kini tengah menggencarkan penanaman komoditas sebagai pengganti gandum yang saat ini rantai pasokan terhambat akibat adanya konflik Rusia - Ukraina. Bahkan gandum dari Ukraina saat ini tidak bisa keluar akibat adanya embargo Rusia.

Bahkan pemerintah setidaknya menyiapkan lahan seluas 154 ribu hektare lahan pertanian untuk ditanami oleh tanaman substitusi hingga tahun 2024, termasuk untuk menanam sorgum.

Pengamat Pangan, Kepala Pusat Bioteknologi IPB University, Dwi Andreas mentakakan wacana penanaman sorgum sebetulnya sudah sejak lama disebutkan pemerintah dari beberapa kepemimpinan sebelum. Namun hingga saat ini ketika sudah terjadi ancaman terganggunya rantai pasok, wacana tersebut juga belum direalisasikan.

"Terkait Sorgum ini sebenarnya dalam kerangka besar yang sudah sering, amat sangat sering di wacanakan, sejak paling tidak 30 tahun terakhir," ujarnya kepada MNC Portal, Rabu (10/8/2022).

"Wacana itu apa diversifikasi pangan, jalan atau tidak, kan ya tidak, jadi program seperti itu, saya juga kurang tahu seberapa keras, seberapa kuat keinginan pemerintah terkait hal itu, sehingga itu tidak hanya menjadi wujud wacana dan jargon," sambungnya.

Selian itu besar ketergantungan Indonesia akan importasi gandum juga membuat pemerintah dirasa berat untuk melakukan substitusi Gandum, karena bakal membutuhkan lahan yang lebih luas lagi.

Karena kapasitas produksi yang ada saat ini paling tinggi untuk sorgum adalah 3 juta ton perhektaere, sedangkan kebutuhan akan gandum impor pertahun saja mencapai sekitar 11,7 juta ton.

"Kalau 3 ton perhektaere itu mau digantikan itu berarti butuh lahan sekitar 4 juta hektar, darimana 4 juta hektare, orang food Estate saja tidak ada jejaknya sama sekali," kata Dwi Andreas.

"Kalau 4 juta hektare itu jagung tergeser, kedelai tergeser, tanaman dilahan kering bakal tergeser, food estate saja gagal untuk menambah jumlah lahan," pungkasnya.

(NDA)

SHARE