ECONOMICS

Terungkap Biang Keladi PHK Massal di Industri Tekstil RI

Muhammad Farhan 15/06/2024 07:15 WIB

PHK massal yang terjadi di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal dinilai karena tidak berjalannya bisnis karena gempuran produk impor.

Terungkap Biang Keladi PHK Massal di Industri Tekstil RI (foto mnc media)

IDXChannel - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal dinilai karena tidak berjalannya bisnis karena gempuran produk impor dalam skala besar.

Pengusaha ramai-ramai mengeluhkan kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Mereka menganggap aturan tersebut sebagai biang keladi dari relaksasi barang impor produk TPT, khususnya berupa pakaian jadi. 

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan, badai PHK massal yang menimpa para pekerja di industri TPT tersebut menjadi pil pahit yang tak terelakkan lantaran tidak berjalannya bisnis di pasar domestik. 

Terlebih, kata Jemmy, kondisi ini juga diperparah dengan krisis ekonomi global sehingga mengakibatkan komoditas ekspor produk TPT lokal terhambat.

Dia menyayangkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang justru semakin menambah beban bagi pengusaha industri TPT lokal tersebut. 

"Penyebab ramai-ramainya industri TPT gulung tikar dan efisiensi karyawan ini adalah terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Intinya di dalam Permendag tersebut, mempermudah aturan impor pakaian jadi dengan mencabut peraturan teknis (perteks) sebagai persyaratan dalam pengajuan izin impor pakaian jadi," tutur Jemmy kepada MPI, Sabtu (15/6/2024). 

Jika pemerintah masih ingin mendukung keberlangsungan dari industri TPT Tanah Air, Jemmy meminta agar segera mencabut Permendag 8 Tahun 2024, dengan mengembalikan perteks sebagai syarat impor, khususnya pada pakaian jadi.

"Revisi kembali Permendag 8 Tahun 2024, kembalikan aturan Perteks sebagai syarat impor pakaian jadi," tegas Jemmy.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta. Dia mengatakan, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 menjadi biang kerok yang tidak hanya menyasar pada tutupnya pabrik TPT, namun juga mengakibatkan brand lokal beralih kepada produk impor. 

"Sejak peraturan sebelumnya dicabut dan digantikan oleh Permendag 8 Tahun 2024, pemerintah seakan mengubah semangatnya menjadi relaksasi impor sehingga banyak brand lokal kembali ke produk impor," kata Gita saat dihubungi MPI. 

Gita menerangkan kondisi tersebut menjadikan persaingan harga dan ketersediaan barang impor mengganggu tingkat penjualan produk TPT dalam negeri. Lantaran tak ada harapan, lanjut Gita, penutupan pabrik maupun PHK massal karyawan menjadi tak terelakkan. 

"Karena merasa tidak ada harapan lagi dan cashflow yang buruk, maka sebagian perusahaan memutuskan menutup pabriknya dan mem-PHK sisa karyawannya," tegas Gita. 

Perlu diketahui, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang diterbitkan dan diundangkan mulai 17 Mei 2024 itu memberikan relaksasi perizinan impor terhadap tujuh kelompok barang, di antaranya elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, serta katup.

Sementara sebelumnya, perizinan impor terhadap tujuh kelompok barang tersebut perlu diurus Peraturan Teknis (Perteks) sebagai salah satu dokumen izin impor agar dapat memasuki pasar domestik Indonesia.

Syarat Perteks ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk-produk impor. Kendati demikian, lantaran berimbas pada penumpukan kontainer di pelabuhan pada awal Mei lalu, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dikeluarkan guna menghilangkan syarat Perteks tersebut. 

(FAY)

SHARE