ECONOMICS

Tidak Sesuai Keekonomian, Pemerintah Diminta Evaluasi Harga Gas Industri

Rizky Fauzan 28/09/2022 10:40 WIB

Ketetapan harga gas domestik itu tidak lagi mencerminkan keekonomian proyek pengembangan gas di industri hulu serta hilir.

Tidak Sesuai Keekonomian, Pemerintah Diminta Evaluasi Harga Gas Industri. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Indonesia Gas Society (IGS) meminta pemerintah mengevaluasi kembali ketetapan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang dipatok USD6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri dan kelistrikan. 

Chairman Indonesian Gas Society, Aris Mulya Azof, mengatakan bahwa ketetapan harga gas domestik itu tidak lagi mencerminkan keekonomian proyek pengembangan gas di industri hulu serta upaya akselerasi infrastruktur gas di sisi hilir. 

“Regulasi ini perlu ditinjau lagi apakah betul bisa membuat semua player dari hulu ke hilir mendapatkan margin yang pantas karena kalau tidak, termasuk dari pengembangan infrastruktur tentu tidak akan dapat mendorong orang berinvestasi," kata Aris saat Webinar Dunia Energi, dikutip Rabu (28/9/2022).

Dia mengatakan skema kept whole contractor lewat Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi tidak lagi mampu dijalankan pemerintah untuk menjamin tidak berkurangnya porsi penjualan gas KKKS.

"Itu sudah habis sehingga memakan jatahnya KKKS sendiri, ini yang merugikan KKKS karena kemampuan pemerintah untuk menutupi sendiri tidak berlangsung lama," kata dia. 

Dia menambahkan, pengerjaan jaringan gas (Jargas) pada sisi hilir juga terpaksa disesuaikan untuk dapat memenuhi patokan jual gas yang lebih dahulu dipatok USD6 per MMBTU. Konsekuensinya, realisasi pengerjaan jargas tidak dapat bergerak optimal. 

"Distribusi pipa seperti fee dan tol fee itu juga melakukan pemotongan untuk disesuaikan dengan target USD6. Misalnya tol fee untuk USD1 per mm untuk adjust USD6 itu dipotong menjadi USD0,5 per mm,” tambah dia.

Berdasarkan catatan IGS, panjang infrastruktur pipa gas bumi bertambah 3.321 kilometer sepanjang 2010 sampai dengan 2017. Rencananya panjang infrastruktur pipa gas bumi itu diproyeksikan mencapai 3.183 kilometer mengacu pada Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Nasional periode 2017 sampai 2031. 

Pertumbuhan terbesar jaringan pipa terdapat pada pipa dedicated hilir sepanjang kurang lebih 2.700 kilometer yang dibangun sebagian besar oleh Pertamina Group lewat pendanaan sendiri.

Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan sebagian besar wilayah kerja dengan cadangan gas besar belum juga memegang kontrak perjanjian jual beli gas bumi atau gas sales agreement (GSA) di tengah pasokan gas domestik yang berlebihan pada tahun ini. 

Sekretaris SKK Migas Taslim Z. Yunus mengatakan situasi itu belakangan menyebabkan sejumlah lapangan gas potensial justru terlantar atau ditunda pengembangannya lantaran belum jelasnya GSA dengan pembeli potensial. 

"Energi kita masih menggunakan minyak terbesar sehingga lapangan gas kita banyak yang stranded seperti di Natuna, Bintuni punya Genting Oil lalu ada di Sumatera Barat dan beberapa tempat lain termasuk yang besar di Masela belum ada gas sales agreement-nya,” kata Taslim.

Selain konsumsi energi domestik yang mayoritas dari minyak mentah, Taslim mengatakan, serapan gas dari industri hilir dan rumah tangga belum cukup optimal hingga saat ini. Konsekuensinya, 30% produksi gas domestik yang berlebih itu dijual ke luar negeri. (NIA)

SHARE