ECONOMICS

Tolak Perpu Cipta Kerja, Buruh Bakal Gelar Aksi hingga Judicial Review

Carlos Roy Fajarta Barus 02/01/2023 06:38 WIB

Buruh menolak isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Tolak Perpu Cipta Kerja, Buruh Bakal Gelar Aksi hingga Judicial Review. (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Partai Buruh, KSPI, serta organisasi serikat buruh menolak isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perpu No 2 Tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja, serta UU No 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak,” ujar Said Iqbal, ditulis Senin (2/1/2023).

Sikap yang akan diambil buruh, lanjutnya, adalah mempertimbangkan langkah hukum untuk melakukan judicial review. 

"Sementara langkah gerakan, akan ada aksi besar-besaran. Kami juga akan melakukan lobi. Partai Buruh dan serikat buruh berharap bisa bertemu dengan Presiden Jokowi untuk memberikan masukan," tutur Said.

“Tentang kapan waktu pekaksanaan aksi dan gugatan terhadap Perpu kami akan diskusikan terlebih dahulu dengan elemen yang ada Partai Buruh,” tambahnya.

Beberapa pasal yang ditolak oleh buruh, pertama adalah pasal tentang upah minimum. Di dalam Perppu, upah minimum kabupaten atau kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh Gubernur. 

"Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum 'dapat', berarti bisa ada bisa tidak, tergantung Gubernur. Usulan buruh, redaksinya adalah Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten atau kota," ujar Said.

Hal lain, di dalam UU Cipta Kerja, upah minimum kenaikannya inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Menggunakan bahasa 'atau', dipilih salah satunya. 

Sedangkan di UU 13/2003 didasarkan pada survei kebutuhan hidup layak dan turunannya PP 78/2015 menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menggunakan kata 'dan', jadi akumulasi dari keduanya. 

"Sementara di dalam Perpu berdasarkan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu. Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum," jelasnya.

Partai Buruh, kata Said menduga indeks tertentu seperti di dalam Permenaker 18/2022, menggunakan indeks 0,1 sampai 0,3. Pihaknya menginginkan tidak perlu indeks tertentu.

“Dalam pasal lain yang kami tolak di Perppu adalah adanya Pasal 88F yang berbunyi, dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)," terangnya.

"Buruh berpendapat, ini seperti memberikan mandat kosong kepada pemerintah. Sehingga bisa seenaknya mengubah-ubah aturan,” lanjutnya.

Said mengaku, permasalahan lain terkait dengan pengupahan, Perpu juga menegaskan hilangnya upah minimum sektoral.

(FAY)

SHARE