Transaksi Judi Online Melejit saat Ekonomi Sulit
Persoalan judi online di Indonesia semakin meresahkan, terlihat dari sejumlah kasus kriminal yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
IDXChannel - Persoalan judi online di Indonesia semakin meresahkan, terlihat dari sejumlah kasus kriminal yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Sebut saja, pembunuhan yang melibatkan aparat kepolisian di Jawa Timur yang dilatarbelakangi oleh judi online.
Belum lagi, kasus perceraian yang meningkat karena alasan judi online. Ini karena judi online merusak tatanan ekonomi dan stabilitas rumah tangga. Seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Bojonegoro.
Dalam rentang Januari hingga April 2024, terdapat sebanyak 971 pengajuan perceraian dan judi online menjadi alasan dominan dari pihak istri yang menggugat cerai suami.
Menanggapi hal ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan telah menutup 2,1 juta situs judi online. Hal ini disebut merupakan bentuk keseriusan pemerintah untuk memberantas dan memerangi kegiatan ilegal tersebut.
"Pemerintah juga terus secara serius memberantas dan memerangi perjudian online, dan sampai saat ini sudah lebih dari 2,1 juta situs judi online sudah ditutup," kata Jokowi dalam keterangannya yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (12/6/2024).
Presiden juga telah membentuk satuan tugas (satgas) pemberantasan judi online. Satgas ini diharapkan mempercepat pemberantasan kegiatan ilegal tersebut.
Mengingat masalah judi online merupakan isu transnasional, lintas negara, lintas batas, dan lintas otorisasi.
Ekonomi Sulit, Transaksi Judi Online Melejit
Data hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat jumlah transaksi terkait judi online di Indonesia tembus Rp100 triliun sepanjang Kuartal I-2024 saja.
Hal ini disampaikan Humas PPATK, Natsir Kongah mengkonfirmasi adanya tren peningkatan transaksi judi online di Indonesia.
Oleh karena itu, PPATK Bersama Polri, OJK, Kominfo dan instansi terkait berupaya memberantas judi online dan berhasil menangkap para bandar dan menyita uang hasil kejadian.
Di sisi lain, masyarakat didorong untuk mendukung pemberantasan judi online maupun judi konvensional, mengingat judi online merambah seluruh lapisan masyarakat termasuk pelajar. Angka ini juga cenderung naik dari tahun ke tahun. (Lihat grafik di bawah ini.)
Naiknya angka transaksi judi online ini kontras dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang masih dalam suasana sulit. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini dipersepsikan lebih buruk dibanding enam bulan yang lalu akibat turunnya kondisi penghasilan.
Ini dipotret berdasarkan hasil Survei Konsumen terbaru yang dilansir oleh Bank Indonesia Senin (10/6).
Terlebih, korban judi online sering kali menyasar ekonomi kelas bawah. Di saat kelompok masyarakat ini juga berjuang memenuhi tingginya biaya hidup, mereka juga harus terjerat judi online.
Menurut publikasi yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) akhir tahun lalu, sebanyak 69 dari 100 penduduk Indonesia adalah orang dengan pendapatan menengah bawah.
Data yang dirilis PPATK pada September 2023 juga menunjukkan lebih dari dua juta warga Indonesia dengan kategori miskin terlibat judi online. Dalam laporan tersebut, PPATK mendeteksi ada 2,7 juta pihak mengikuti permainan ini. Sebanyak 79 persen atau sekitar 2,1 juta di antaranya bertaruh dengan nominal kecil di bawah Rp100.000.
Melansir Tempo, di tahun lalu, secara total sebanyak 3,29 juta orang terlibat judi online dengan 168 juta transaksi. Dana yang diendapkan dalam deposito situs judi online bahkan mencapai Rp34,5 triliun dengan perputaran uang mencapai Rp327 triliun.
Daya beli masyarakat tahun ini juga sedang diuji terlihat dari lesunya penjualan ritel di Indonesia yang turun sebesar 2,7 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2024.
Kondisi ini menunjukkan penjualan ritel berbalik tajam dari kenaikan sebesar 9,3 persen pada bulan sebelumnya, yang merupakan laju tercepat sejak Maret 2022.
Hal ini menandai kontraksi pertama dalam penjualan ritel sejak Mei 2023, seiring dengan berkurangnya pengeluaran masyarakat.
Belum lagi persoalan Generasi Z alias Gen Z yang sulit mendapatkan pekerjaan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) yang mencerminkan angkatan Gen Z menjadi penduduk dengan kategori tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) per Agustus 2023.
Dari angka hampir 10 juta tersebut, 5,73 juta orang merupakan perempuan muda sedangkan 4,17 juta orang tergolong laki-laki muda.
Sementara struktur penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk 2020, didominasi oleh penduduk usia muda, dengan komposisi Gen Z sebesar 27,94 persen dari total 270,2 juta populasi di Tanah Air.
Bahkan, masyarakat kini juga sudah mulai kesulitan membayar cicilan kendaraan. Ini tercermin dari data non-performing financing (NPF) Gross perusahaan pembiayaan atau multifinance pada April 2024 sebesar 2,82 persen.
Angka itu naik jika dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,45 persen.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro OJK Ahmad Nasrullah menyebutkan, biaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin mahal menjadi satu alasan NPF membengkak.
"Saat ini kemampuan debitur berkurang karena peningkatan biaya hidup. Jadi untuk bayar cicilan mereka tidak kuat," ungkap Ahmad dalam FGD OJK bersama Redaktur Media Massa, dikutip Rabu (12/6/2024).
Kondisi ekonomi nasional juga semakin suram karena nilai tukar rupiah yang semakin tertekan. Per Jumat (14/6), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah tajam 142 poin atau 0,87 persen ke level Rp16.412 per USD. (ADF)