Utang Baru RI Rp203 Triliun, Sri Mulyani: Jauh Lebih Kecil dari Tahun Lalu
Sri Mulyani menyebut telah menarik utang baru Rp203,6 triliun sampai Oktober 2023. Nilai tersebut sekitar 29,2 persen dari target tahun ini Rp696,3 triliun.
IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut telah menarik utang baru Rp203,6 triliun sampai Oktober 2023. Nilai tersebut sekitar 29,2 persen dari target penarikan utang tahun ini yang sebesar Rp696,3 triliun.
"Sampai dengan akhir Oktober kita hanya merealisasi pembiayaan utang yang sebesar Rp203,6 triliun. Ini jauh lebih kecil dari tahun lalu di mana sampai Oktober 2022 kita melakukan pembiayaan utang mencapai Rp507,3 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Jumat (24/11).
Bendahara Negara merincikan, pembiayaan utang sampai dengan Oktober 2023 itu terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 185,4 triliun atau mencapai target 26 persen dari total SBN neto.
"Ini menunjukkan bahwa pengelolaan utang kita masih terus terjaga dengan baik dan hati-hati. Kita juga tahu bahwa higher for longer harus kita sikapi dengan pengelolaan yang lebih hati-hati," terangnya.
Sri menyadari bahwa tren pembiayaan utang harus dijaga pada level aman, mengingat situasi global saat ini cenderung dengan kenaikan suku bunga dan volatilitas tinggi.
"Issuance harus ditentukan secara situasi sehingga kita tidak terekspos dengan suku bunga yang melonjak sangat tinggi dan bahkan sering disertai volatilitas nilai tukar," lanjutnya.
Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pinjaman realisasinya mencapai Rp18,2 triliun atau melonjak 159,7 persen dibandingkan Oktober 2022 senilai Rp7 triliun.
Bendahara negara itu melanjutkan, pemerintah baru-baru ini mengeluarkan surat berharga negara dalam bentuk sukuk sebesar USD2 miliar. Penerbitan sukuk ini diterima dengan baik padahal diterbitkan di tengah kondisi pasar yang cukup volatile.
"Global sukuk kita yang kita terbitkan USD2 miliar yang kita terbitkan minggu lalu. USD1 miliar adalah untuk tenor 5 tahun yield yang kita bayarkan adalah 5,4 persen," tutur Menkeu.
Sementara USD 1 miliar lainnya untuk tenor 10 tahun, yield yang dibayarkan 5,6 persen. "Ini semua adalah green sukuk bond, subscribe-nya 2,8 kali. Artinya kita oversubscribe," ujarnya.
(FRI)