ECOTAINMENT

Hui Ka Yan, Pendiri Evergrande Pernah Jadi Orang Terkaya China dan Kini Diambang Bangkrut

Aditya Pratama 27/09/2021 06:43 WIB

Evergrande adalah pengembang properti dengan utang terbesar di dunia mencapai lebih dari 300 miliar dolar AS atau sekitar Rp4.281 triliun.

Hui Ka Yan, Pendiri Evergrande Pernah Jadi Orang Terkaya China dan Kini Diambang Bangkrut (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Pendiri raksasa properti di China, Evergrande, Xu Jiayin atau Hui Ka Yan pernah menjadi orang terkaya di China pada 2017, dengan kekayaan sebesar 47 miliar dolar AS. 

Saat itu, Xu melengserkan pendiri Alibaba, Jack Ma dalam peringkat orang terkaya di negara itu.  

Namun kini, dia berada di ambang kebangkrutan. Evergrande adalah pengembang properti dengan utang terbesar di dunia mencapai lebih dari 300 miliar dolar AS atau sekitar Rp4.281 triliun. 

Namun masalahnya saat ini bukan pada jumlah utang yang besar, melainkan krisis likuiditas yang dihadapinya, yang menciptakan kesulitan besar dalam membayar kembali utang-utang tersebut. Kekhawatiran kebangkrutan Evergrande yang akan menyeret seluruh sektor properti membuat investor seluruh dunia gelisah.  

Nilai total saham Evergrande telah jatuh dari 40 miliar dolar AS pada tahun lalu menjadi kurang dari 4 miliar dolar AS. Evergrande telah kehilangan 84 persen dari nilai pasarnya tahun ini, sehingga menurut Forbes, kekayaan Xu menyusut menjadi 11,1 miliar dolar AS atau Rp158,4 triliun.  

Mengutip Morning Express, sebagai salah satu orang paling tajir di China, Xu lahir di sebuah desa kecil di Henan pada 1958 dari keluarga yang sangat miskin. Dia kehilangan ibunya beberapa bulan setelah dilahirkan. Kemudian nenek dari pihak ayah mengambil alih pengasuhan karena ayahnya yang merupakan veteran perang harus bekerja di sebuah gudang. 

Dia menjalani kehidupan masa kecil saat China mengalami bencana ekonomi dan kelaparan. Akibatnya, Xu kecil selalu merasa kelaparan. Sepanjang masa kecilnya, dia hanya makan ubi jalar dan roti kukus. Karena serba kekurangan, dia tak pernah membeli pakaian baru. Pakaian yang dikenakan penuh dengan tambalan di mana-mana.  

"Benar-benar ditambal di semua tempat dan yang saya makan hanya ubi jalar dan roti kukus. Saya ingin meninggalkan desa secepatnya, mencari pekerjaan di kota dan bisa makan lebih baik," kenang dia.  

Tak lama setelah revolusi budaya berakhir pada 1977, Xu mencoba mendaftar di universitas tapi gagal. Tahun berikutnya, dia mencoba lagi dan berhasil diterima di Wuhan Institute of Iron and Steel.  

Dosennya, Meng Xiankun mengingat Xu sebagai mahasiswa yang banyak bicara dan mudah bergaul. Bahkan, dia ditunjuk sebagai komisioner kesehatan kelas.  

"Dia tidak pernah mengeluh," ucap Meng dan menambahkan Xu memiliki kemampuan yang baik untuk berteman, dikutip dari The Guardian. 

"Dia pandai dalam pekerjaannya, rendah hati, pekerja keras, sangat pintar, pandai berurusan dengan orang," puji atasannya.  

Seperti banyak anak muda China yang ambisius, Xu tidak puas dengan pekerjaan tetap. Pada 1992, Xu pergi mencari pekerjaan ke Shenzhen, sebuah kota kecil di perbatasan dengan Hong Kong. Di sinilah, banyak miliarder China mengembangkan bisnis mereka dan mencapai kesuksesan. Pada 1996, Xu pun mendirikan Evergrande di Guangzhou. 

Selama 25 tahun, perusahaan mengalami pertumbuhan besar-besaran. Ketika grup tersebut IPO di Hong Kong pada 2009, Evergrande berhasil mengumpulkan dana 9 miliar dolar AS. Saat ini, menurut Financial Times, dia memiliki 778 proyek yang sedang dibangun di 223 kota di China. 

Untuk waktu yang lama, model bisnis Evergrande, meminjam uang dalam jumlah besar dan secara agresif menjual apartemen yang bahkan belum dibangun. Dia juga mengakuisisi klub sepak bola terbesar di China, Guangzhou FC, dan menandatangani kontrak dengan mantan pelatih kepala Italia Marcello Lippi dalam kesepakatan senilai sekitar 30 juta euro pada 2012.  

Pada 2013, Evergrande memberikan sumbangan besar ke Universitas Harvard. Dia juga mengakuisisi jet pribadi, yang dapat menampung hingga 160 penumpang, diperkirakan bernilai lebih dari 45 juta dolar AS. 

Pada 2015, pemerintah Australia memerintahkan Evergrande menjual rumah tepi laut senilai 30 juta dolar AS di Sydney, setelah para pejabat mengklaim itu bertentangan dengan undang-undang setempat yang mengharuskan orang asing untuk meminta persetujuan pemerintah sebelum membeli. 

Selera Xu akan kemewahan membuatnya mendapatkan julukan 'belt brother', setelah dia memasuki konferensi legislatif tahunan China dengan ikat pinggang emas dengan logo H atau Hermes. 

“Xu adalah sosok yang penuh warna. Dia menjalani gaya hidup mewah yang sekarang tidak disukai oleh Xi saat dia memulai kampanye 'kemakmuran bersama'," kata Dexter Roberts, rekan senior di Atlantic Council Asia Security Initiative yang berbasis di Washington DC.  

Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing mulai memperkenalkan serangkaian peraturan untuk menahan pinjaman perusahaan properti. Tapi mungkin sudah terlambat bagi Evergrande.  

“Xu juga salah satu dari orang-orang yang sekarang dianggap tidak menyenangkan oleh Beijing, mencolok dan berlebihan. Saya akan sangat terkejut jika dia muncul dari krisis ini tanpa cedera," kata Roberts.

(SANDY)

SHARE