Amerika Serikat Resesi, Ini Empat Dampak Terhadap Indonesia
Amerika Serikat (AS) resmi resesi ekonomi imbas pertumbuhan ekonomi minus 32,9% di kuartal II-2020 dimana di kuartal I-2020 minus 5%.
IDXChannel - Amerika Serikat (AS) resmi resesi ekonomi imbas pertumbuhan ekonomi minus 32,9% di kuartal II-2020 dimana di kuartal I-2020 minus 5%. Hal yang dialami Amerika Serikat ini merupakan yang paling buruk sejak 1947.
Penurunan tajam terjadi pada konsumsi, ekspor, investasi dan belanja pemerintah. Terjadinya resesi di negara pimpinan Donald Trump ini nyatanya tak biasa, sebab resesi AS dipercaya membawa dampak yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.
“Potensi adanya efek negatif dari resesi AS ke Indonesia karena AS adalah salah satu tujuan ekspor penting dan salah satu sumber investasi terbesar di kawasan Asia,” ungkap Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja, Senin (3/8/2020).
Adapun dampak yang dikhawatirkan Indonesia akibat terjadinya Resesi perekonomian AS yakni:
1.Ekspor Indonesia.
Meski ekspor Indonesia sudah menurun sebelum terjadinya resesi ekonomi AS. Ekonom Center of Reform on Economics (Core Indonesia) Piter Abdullah mengatakan, "Perekonomian kita sudah terkontraksi, khususnya oleh karena wabah yang menyebabkan konsumsi dan investasi kita menurun," jelasnya, Senin (3/8/2020).
Kemudian, turunnya kinerja ekspor ke AS sebagai mitra dagang utama membuat daya beli konsumen menurun, dan otomatis permintaan ekspor seperti tekstil, pakaian jadi olahan kayu dan alas kaki merosot khususnya pada semester II 2020.
Secara garis besar resesi di AS akan menimbulkan daya beli dan penurunan impor. "Tahun lalu Total AS eksport ke Indonesia USD 7.76 billion and import dari Indonesia USD 20.15 billion. AS mengalami defisit perdagangan dari Indonesia sebesar USD 12.39 Miliar," kata Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Rhenald Kasali.
2. Investasi Indonesia.
Nyatanya dampak resesi ekonomi AS, sangat berdampak pada kepercayaan investor Indonesia dalam berinvestasi di aset yang beresiko tinggi seperti saham. Perubahan perilaku investor semakin mengincar safe haven seperti emas dan government bond. Artinya capital outflow dari pasar modal kemungkinan besar terjadi. Hal tersebut dibuktikan dengan, ungkap Bhima, nett sales atau penjualan bersih saham di Indonesia sepekan terakhir naik Rp1.86 triliun. Aksi jual terus berlanjut.
3. Depresi atau Great Depression
Ini merupakan sebuah kemunduran besar perekonomian, dimana hampir semua perusahaan bangkrut, tak punya uang, tak ada investasi baru, pengangguran besar-besaran terjadi sehingga satu-satunya sumber pendapatan adalah uang negara.
Pada saat itu kemiskinan dan kriminalitas merajalela, dan memungkinan negara harus turun. Efek ini juga bisa memengaruhi kondisi perekonomian secara global karena Dollar AS merupakan sebuah mata uang yang sering digunakan dalam perdagangan dunia.
“Memang ada yang berdampak global karena Dollar AS adalah mata uang perdagangan dunia. Dan sebagian besar cadangan devisa kita adalah USD dan banyak orang pegang dollar. Resesi di AS diprediksi bisa memicu depresi,” ungkap Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Rhenald Kasali.
Menurut dia, dalam situasi itu The Fed atau bank sentral AS akan memangkas suku bunga untuk memacu investasi, namun kenyataanya kini malah nilai USD semakin melemah. “Dampaknya sudah terasa minggu lalu di sini (Indonesia), dollar melemah, masyarakat mulai melepas dollar dan membeli emas. Harga emas melonjak,” kata dia.
4. Sektor Industri di Indonesia.
Adapun sektor industri yang dikhawatirkan terdampak dari resesi ekonomi AS diantaranya ialah budidaya udang, lobster, industri karet, minyak sawit, sepatu dan furniture. “Yang kita ekspor mayoritas adalah hasil laut (terutama udang dan lobster), karet, minyak sawit, sepatu dan furniture. Industri-industri ini tentu agak terancam, kecuali hasil laut (karena konsumsi ikan diprediksi malah meningkat)," kata Rhenald kepada Okezone, Minggu (2/8/2020).
Selain itu, pada sektor impor akan mengganggu pasokan kedelai, minyak, gas, kapas, gula, beberapa bahan kimia dan suku cadang pesawat. "Impor kita yang besar dari AS berupa kedelai, migas, kapas, gula, aneka kimia dan parts pesawat. Ini berarti sejumlah komoditi ekspor perlu mencari negara tujuan lain di Asia," ujarnya. (*)