Kisah Inspiratif Pendiri Lazada, E-Commerce Populer di Asia Tenggara
Kisah inspiratif pendiri Lazada tidak terlepas dari perjuangan Maximilian Bittner dan Samwer bersaudara.
IDXChannel – Kisah inspiratif pendiri Lazada tidak terlepas dari perjuangan Maximilian Bittner dan Samwer bersaudara.
Lazada merupakan salah satu e-commerce terkemuka di Asia Tenggara yang telah beroperasi di enam negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan pengguna aktif tahunannya pada 2021 lalu mencapai 130 juta. Hal ini menunjukkan bahwa Lazada menjadi salah satu platform jual beli online yang memang banyak diminati.
Lalu, siapakah pendiri Lazada? Bagaimana kisah inspiratif pendiri Lazada hingga platform besutannya sukses seperti saat ini? IDXChannel mengulas informasinya sebagai berikut.
Kisah Inspiratif Pendiri Lazada
Dilansir dari Business Chief Asia, Lazada merupakan e-commerce yang didirikan pada 2012 oleh Maximilian Bittner dengan dukungan startup Rocket Internet yang digawangi oleh tiga bersaudara Marc Samwer, Oliver Samwer, dan Alexander Samwer.
Bittner dibantu beberapa rekannya yakni Faurholt, Stefan Bruun, Raphael Strauch dan didukung Rocket Internet merintis platform e-commerce bahkan sebelum platform jualan online ini ramai bermunculan.
Bittner sendiri merupakan pengusaha asal Jerman yang bergabung dengan Rocket Internet pada 2012, tahun yang sama saat Lazada dirintis. Sebelum bergabung dengan Rocket Internet, Bittner bekerja sebagai konsultan keuangan di McKinsey & Company pada 2007. Ia juga sempat bekerja di anak perusahaan McKinsey & Company yakni 3i Systems.
Setelah itu, Bittner kemudian bergabung dengan Rocket Internet sebagai Managing Director pada 2012. Rocket Internet sendiri merupakan perusahaan inkubator milik Marc, Oliver dan Alexander Samwer yang telah banyak menciptakan startup.
Terinspirasi dari Amazon.com yang kala itu menjadi e-commerce terbesar di dunia, Maximilian Bittner bersama Faurholt, Stefan Bruun, Raphael Strauch memulai Lazada. Situs pertamanya diluncurkan pada tahun 2012 dengan pendanaan pertama pada tahun yang sama dan satu tahun setelahnya yakni 2013.
Lazada berhasil mendapatkan suntikan dana dari investor besar seperti JP Morgan. Perusahaan investasi terkemuka Swedia Kinnevik juga turut menyuntikkan dana pada Lazada sebesar USD40 juta. Pendanaan Lazada juga turut disokong oleh Summit Partners asal Amerika yang mendanai sebesar USD26 juta. Sementata itu, Tangelmann juga turut menanamkan modalnya sebesar USD20 juta pada Lazada.
Pada awalnya, Lazada hadir dengan konsep bisnis B2C atau Business to Consumer di mana Lazada menyediakan barang yang dijual kepada konsumennya. Namun, seiring berjalannya waktu, bisnis Lazada pun semakin berkembang menjadi C2C atau Customer to Consumer. Dengan konsep ini Lazada mengizinkan pihak ketiga untuk turut menjual dan menyediakan barang dagangannya di platform ini.
Lazada pun berhasil mengalami perkembangan pesat. Perusahaan e-commerce ini pun lantas meluncurkan aplikasi berbasis iOS dan Androidnya. Sayangnya, pada 2014, startup ini melaporkan kerugian hingga USD152,5 juta. Dua tahun berikutnya, Lazada berhasil melaporkan pendapatan mencapai USD1,36 miliar untuk wilayah Asia Tenggara. Meski demikian, Lazada terbilang belum memperoleh keuntungan bahkan catatan kerugiannya masih terbilang besar.
Persaingan dengan raksasa e-commerce Asia yakni Alibaba milik Jack Ma menjadi salah satu penyebabnya. Hingga pada April 2016, Alibaba Group berhasil mengakuisisi sebagian besar saham Lazada dengan nilai lebih dari USD1 miliar. Tujuan Alibaba mengakuisisi Lazada adalah untuk memperkuat dominasinya di kawasan Asia.