Tirto Utomo dan Ide Bikin Air Minum Kemasan Gara-Gara Tamu Kena Diare
AQUA yang kini menjadi produk yang dikonsumsi harian, dulu pernah dicibir dan tak diterima masyarakat, lantaran terbiasa meminum air rebusan.
IDXChannel – Jauh sebelum air minum dijual dalam kemasan, masyarakat terbiasa mengonsumsi air dengan cara direbus. Gratis dan mudah didapat. Namun sayangnya tidak menjamin kebersihan dan keamanannya.
Ide untuk membuat air minum higienis dalam kemasan tercetus di kepala Tirto Utomo, pendiri AQUA. Lelaki bernama asli Kwa Sien Biauw ini mulanya adalah seorang karyawan di Pertamina. Namun pada akhirnya keluar dari perusahaan untuk merintis usahanya sendiri.
Tirto terlahir pada 8 Maret 1930 dan meninggal dunia pada 16 Maret 1994. Sebelum mendirikan AQUA, Tirto pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Harian Shin Po dan majalah Pantha Warna, hingga kemudian ia bekerja di Pertamina.
Pertemuan antara Pertamina dan perusahaan asal Amerika Serikat 1971 menjadi titik balik bagi Tirto. Saat itu istri dari sang delegasi AS dikabarkan terkena diare gara-gara meminum air rebusan. Dari situlah, Tirto menyadari pentingnya air minum yang dikemas secara higienis.
Dari situ pula ide untuk membuat air minum dalam kemasan (AMDK) tercetus. Ia menyadari ternyata AMDK jarang dijual bebas di Indonesia.
Dengan pengalamannya yang terbilang masih kurang dalam memproses air dalam kemasan, maka ia mengutus adik iparnya Slamet Utomo untuk mempelajari produksi air minum kemasan di Thailand bernama Polaris.
Setelah itu Tirto mengajak adik iparnya untuk mendirikan PT Aqua Golden Mississipi pada 23 Februari 1973, dengan bermodalkan hanya Rp150 juta. Sementara pabriknya berlokasi di Pondok Ungu, Bekasi.
Sempat Dianggap Aneh: "Air Putih kok Beli?"
Ketika produk AMDK milik Tirto pertama kali diluncurkan pada 1 Oktober 1974, banyak cibiran ia terima Terlebih lagi saat itu sedang marak minuman dengan berbagai jenis rasa seperti Sprite dan Coca-Cola, minuman bersoda dan berwarna tengah digandrungi masyarakat Indonesia saat itu.
Masyarakat yang terbiasa mengonsumsi air rebusan otomatis merasa aneh ketika ada perusahan yang menjual minuman tanpa rasa, hal itu dianggap bodoh karena masyarakat Indonesia terbiasa mengonsumsi air putih dengan gratis.
Terlebih lagi harga yang dibandrol lebih mahal yaitu untuk botol kaca berukuran 950 ml dengan harga Rp75 per botol dan harga ini lebih mahal dari harga bensin saat itu. Kapasitas produksi AQUA dalam periode awal operasionalnya mencapai 6 juta liter/tahun.
AQUA juga awalnya menggunakan air tanah untuk bahan baku, sebelum akhirnya Tirto menggantinya dengan air dari pegunungan. Tiga tahun pertama AQUA beroperasi, perusahaan hampir bangkrut dan terus merugi.
AQUA akhirnya mulai mencapai titik ekuilibrium pada 1978 berkat kerja keras Tirto yang dibarengi dengan kejeliannya melihat peluang dan kegigihannya mempromosikan AQUA. Perusahaannya terus berkembang hingga ia mampu mendaftarkan perusahaan untuk IPO di Bursa Efek Indonesia pada 1990.
Kini AQUA kembali menjadi perusahaan tertutup dengan voluntary delisting, saat itu saham terakhir milik publik dibeli seharga Rp500.000 per lembar. AQUA juga tetap dan masih menjadi pilihan utama masyarakat dari berbagai kalangan untuk memenuhi kebutuhan air minum higienis sehari-hari. (NKK)
Penulis: Mila Pertiwi