MARKET NEWS

Bursa Asia Mixed, Investor Was-was Kenaikan Harga Minyak Picu Inflasi

Dinar Fitra Maghiszha 08/03/2022 10:21 WIB

Bursa saham di kawasan Asia Pasifik bergerak variatif pada perdagangan Selasa pagi (8/3/2022).

Bursa saham di kawasan Asia Pasifik bergerak variatif pada perdagangan Selasa pagi (8/3/2022). (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bursa saham di kawasan Asia Pasifik bergerak variatif pada perdagangan Selasa pagi (8/3/2022).

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 09:35 WIB, Nikkei 225 Jepang (N225) tertekan -0,46% di 25.106, KOSPI Korea Selatan (KS11) turun -0,64% di 2.634,40 dan Hang Seng Hong Kong (HSI) menguat 0,29% di 21.118.

Shanghai Composite China (SSEC) anjlok -0,78% di 3.346,58, Taiwan Weighted (TWII) anjlok -0,66% di 17.064,75. Adapun Straits Times Singapura merosot -0,33% di 3.117,44, dan Australia ASX 200 (AXJO) tenggelam -0,39% di 7.010,80.

Indonesia Composite Index / IHSG tumbuh 0,50% di 6.903,72.

Investor ekuitas di Asia tengah mencermati dampak kenaikan harga minyak mentah yang menyentuh level tertingginya selama 14 tahun terakhir sebagai ancaman bagi tingkat inflasi.

Sejumlah harga komoditi lain seperti gas alam, nikel, hingga gandum juga menembus rekornya, karena agresi militer Rusia ke Ukraina terus mendorong kekhawatiran atas gangguan pasokan.

Amerika Serikat juga tengah membahas kemungkinan embargo impor energi dari Rusia, sebagai pukulan bagi Negeri Beruang Merah. Namun Rusia tak tinggal diam. Kremlin membalas tekanan AS-NATO dengan menanggapi akan memotong pasokan gas alam ke Eropa melalui pipa Nord Stream 1.

"Ini semua masih berkaitan dengan perlambatan pertumbuhan dan peningkatan inflasi," kata Analis Rock Creek Alifia Doriwala kepada Bloomberg, Selasa (8/3/2022).

Seperti diketahui, para perwakilan Rusia dan Ukraina mengadakan pembicaraan pada Senin (7/3) untuk merundingkan gencatan senjata. Pembicaraan masih akan berlanjut, kendati dalam putaran terakhir menemui titik buntu. Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa Ukraina harus menyetujui tuntutannya agar konflik berakhir.

“Dengan semakin intensifnya sanksi terhadap Rusia, ini akan memukul semua sektor," pungkas Doriwala.

Bank sentral juga ingin memperketat kebijakan moneter mereka, menambah tantangan. Kesenjangan antara imbal hasil Treasury AS dua tahun dan 10-tahun adalah yang terkecil sejak Maret 2020, sebuah tanda peringatan dari prospek pertumbuhan yang lebih kecil. (TIA)

SHARE