Bursa CPO RI Resmi Berdiri, Intip Pergerakan Harga Komoditas dan Sahamnya
Bursa Crude Palm Oil (CPO) Indonesia diresmikan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan pada hari ini, Jumat (13/10/2023).
IDXChannel - Bursa Crude Palm Oil (CPO) Indonesia diresmikan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan pada hari ini, Jumat (13/10/2023) di Jakarta Selatan.
Zulhas mengatakan, dengan adanya Bursa CPO ini Indonesia akan menjadi barometer harga CPO, mengingat RI merupakan salah satu produsen utama sawit dunia.
Sebelumnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah resmi menunjuk Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Group sebagai penyelenggara bursa minyak sawit.
"Kita ingin Indonesia maju 100 tahun pasca merdeka tahun 1945, salah satunya kita mesti benahi tata kelola perdagangan CPO kita yang produksinya nomor 1 di dunia hampir 47 juta ton, ekspor hampir USD30 miliar tapi bertahun-tahun acuannya Malaysia dan Rotterdam," kata Zulhas pada Jumat (13/10/2023).
Hal ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bappebti No 1/Bappebti/SC-SCPO/10/2023, yang dikeluarkan pada 9 Oktober 2023.
Giri Hatmoko selaku Head of Corporate Communication ICDX dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen penuh untuk menjalankan tugas sebagai penyelenggara pasar fisik CPO di Bursa dari pemerintah.
Harga CPO Masih Tertekan
Data harga CPO di bursa Malaysia menunjukkan kenaikan di level MYR3.638 per ton pada perdagangan Kamis (12/10) setelah sempat anjlok beberapa waktu lalu. Harga CPO sempat tembus MYR 3.767 per ton pada 29 September 2023.
Namun, setelah itu terus mengalami penurunan hingga di level MYR3.551 pada Rabu (11/10). (Lihat grafik di bawah ini.)
Berdasarkan perhitungan Trading Economics, harga CPO telah turun 490 MYR/MT atau 11,74 persen sejak awal tahun ini, menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan untuk komoditas ini.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Namun, RI masih berpatokan pada bursa CPO Rotterdam dan Malaysia. Nantinya, pemerintah juga bakal mengatur agar ekspor CPO dilakukan melalui bursa ini.
Meski demikian, harga minyak sawit diperkirakan akan terus meningkat hingga 2024 akibat fenomena El Nino yang menghambat produksi di Indonesia.
Sebagaimana dilansir Reuters (28/9/2023), menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Kamis (27/9), pola cuaca El Nino berpotensi mengurangi produksi di negara produsen utama Indonesia, sehingga harga minyak sawit mentah (CPO) diperkirakan akan naik setidaknya 11 persen dibandingkan tahun ini.
Harga rata-rata CPO di 2024, meliputi biaya, asuransi, dan pengangkutan (CIF Rotterdam) dapat meningkat menjadi USD1.000 per metrik ton dari sekitar USD900 pada tahun ini atau senilai Rp13,8 juta menjadi Rp15,4 juta per metrik ton (kurs Rp15.400 per dolar).
Produksi CPO Indonesia tahun ini meningkat sekitar 1 juta ton dari 46,7 juta ton di tahun lalu. Namun produksi diperkirakan akan menurun pada 2024 karena pola cuaca El Nino yang kuat.
Perlu diketahui, El Nino adalah pemanasan perairan Pasifik yang biasanya menyebabkan kondisi lebih kering di Asia, sehingga membatasi hasil beberapa tanaman seperti kelapa sawit, beras, dan gandum.
Meskipun El Nino mengurangi curah hujan di Indonesia, dampaknya tidak terlalu terasa di negara tetangga, Malaysia. Menurut data resmi Malaysia sebagai produsen terbesar kedua di dunia, memperkirakan peningkatan produksi pada tahun depan.
“Fenomena El Nino memengaruhi permintaan minyak nabati dunia, salah satunya CPO karena produksinya atau suplainya turun di tingkat global dan kemudian mendongkrak harga komoditas tersebut di pasaran,” ujar Analis Riset Mirae Asset, Rizkia Darmawan dalam Media Day: September 2023, Selasa (12/9/2023).
Menurut Mirae, harga CPO yang lebih murah dibanding harga minyak nabati lainnya seperti minyak rapa (rapeseed), minyak kacang kedelai, dan minyak biji matahari juga berpotensi membuat harga CPO menguat.
Sebagian besar emiten CPO, menurutnya akan menerima dampak positif dari kenaikan harga komoditas tersebut.
Kinerja Saham Sawit
Sejumlah saham emiten sawit pada sesi I perdagangan Jumat (13/10) bergerak beragam alias mixed.
Sejumlah saham sawit yang bergerak hijau hari ini adalah PT Johnlin Agro Raya Tbk (JARR) dengan kenaikan 2,2 persen. Sementara saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) malah merah jeblok 0,83 persen.
Emiten sawit milik PT Sinar Mas, Smart Tbk (SMAR) juga mengalami pelemahan 0,46 persen.
Emiten milik konglomerat Kalimantan, Haji Isam, JARR meroket paling kencang mencapai 10,98 persen pada pukul 16.00 WIB. Selain karena naiknya CPO, kenaikan saham JARR juga didukung sentimen merger dengan entitas usaha lainnya, yaitu PT Jhonlin Agro Lestari (JAL).
Berdasarkan pernyataan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), tujuan merger ini antara lain untuk mendukung pasokan Tandan Buah Segar (TBS) serta meningkatkan pengelolaan Minyak kelapa Sawit (CPO) yang akhirnya diproses menjadi produk Biodiesel (FAME).
Emiten lainnya, Saham sawit milik grup Astra, Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menghijau 0,34 persen.
Sementara emiten sawit PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), emiten milik taipan Salim, Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan saham PT. Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) bergerak sideways.
Saham emiten sawit milik Sungai Budi Group Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) juga turun 0,59 persen. Diikuti saham PT. Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) yang turun 0,66 persen.
Satu lagi saham sawit yang sudah melakukan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO) yakni PT Pulau Subur Tbk (PTPS). Hari pertama melantai pada Senin (9/10), saham PTPS malah menyentuh auto rejection bawah (ARB) 34,85 persen. Hari ini, saham PTPS bergerak sideways.
Melansir prospektus perusahaan, PTPS akan dengan melepas saham sebanyak-banyaknya 450.000.000 saham baru dengan nilai nominal Rp 20 per saham atau setara dengan 20,76 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Harga IPO yang ditawarkan PTSP ini Rp 198-Rp 206 per saham dan mengincar dana segar Rp92,7 miliar. Saat ini, saham PTSP diperdagangkan di harga Rp111 per lembar saham. (ADF)