Dibanjiri Impor China, Industri Karpet dan Sajadah Terancam Bangkrut
Industri karpet dan sajadah tanah air terancam gulung tikar di tengah pandemi covid-19.
IDXChannel – Industri karpet dan sajadah tanah air terancam gulung tikar di tengah pandemi covid-19, akibat sulitnya berproduksi dan diperparah dengan banjirnya impor produk sejenis yang berasal dari China sejak dua tahun terakhir dan membuat produk lokal kalah saing.
“Saat ini kondisi impor untuk karpet dan sejadah mengalami kenaikan tren impor, sejak 2017-2019 naik 25 persen tentunya kondisi ini memukul keras industri karpet dan sejarah. Dominasi dari Cina 63 persen dan Turki 19 persen lebih dan beberapa negara lain yang memproduksi karpet sejadah,” ungkap Rizal Tanzil Rakhman, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) seperti dikutip Video Journalist (VJ) Ade Firmasyah, Selasa (25/8/2020).
Sejak dua tahun terakhir, lonjakan impor karpet dan penutup lantai tekstil lainnya alami tren kenaikan menjadi 25,2 persen terhitung sejak 2017 hingga 2019. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mayoritas impor berasal dari China hingga 63,43 persen diikuti Turki 19 persen dan sejumlah negara dengan harga rata-rata produk asal negeri tirai bambu tersebut sebesar USD2,50 per ton dan USD1,36 per ton dengan produk kualitas rendah dan tidak sesuai kesehatan dan keselamatan seperti memakai foam atau bisa yang mudah terbakar hingga menggunakan sisa limbah industri tekstil.
“Kondisi ini bagi kami dari API tentu memerlukan langkah pengamanan khusus pasar dalam negeri sehingga kondisi karpet dan sajadah tidak terpukul dalam dan kami mewakili mengajukan kppi untuk dua bahan ini dan untuk antisipasi semakin dalamnya kondisi yang terjadi pada industri ini sehingga nantinya industri bisa terselamatkan menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat impor,” imbuh Rizal Tanzil.
Sejatinya, trem impor karpet dan sajadah yang terus meningkat membuat Rizal Tanzil geram, pasalnya hal tersebut merupakan ancaman kerugian bagi industri dalam negeri yang membuat menurunnya pangsa pasar domestik akibat produk impor sejenis. Hal ini membuat produksi dalam negeri terpaksa mengurangi produksi sehingga mengancam industri gulung tikar dan melakukan PHK karyawannya.
Hal ini bukan tanpa alasan, ungkap Rizal Tanzil, penumpukan persediaan bahan baku dan barang jadi dalam jumlah yang besar sudah terjadi di sejumlah pabrik. sedangkan utilisasi dari kapasitas terpasang saati ini kurang dari 40 persen. Dengan turunnya produksi, otomatis akan terjadi pengurangan karyawan.
Terkait hal tersebut, ditegaskan Rizal Tanzil, API akan mengajukan permohonan Safeguard ke KPPI agar industri dalam negeri dapat diselamatkan dan menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
Sekadar diketahui, selain kalah bersaing dengan produk impor, industri karpet dan sajadah tanah air juga dihadapkan dengan sejumlah kendala lainnya seperti disharmonisasi tarif bea masuk impor yang dikenakan terhadap bahan baku utama berupa Polypropilene Resin sebesar 10 persen.
Sedangkan tarif bea masuk benang Polypropoline lebih rendah hanya 5 persen, kemudian untuk produk akhir yaitu barang berupa karpet dan sajadah dikenakan tarif bea masuk impor nol persen dari negara yang mempunyai perjanjian dagang. (*)